"Tidak ingin melihat hasilnya?" tiba-tiba Lana menarikku duduk. Secangkir teh dengan uap mengepul dan kue pie menggoda perutku.
"Lihat ini!"
Aku membelalak. Wanita itu melukisku sangat sempurna.
Dress hijau ketimun itu tampak serasi dengan kulitku. Aku juga tak terlihat kurus, meski sebenarnya hampir tak ada daging di lengan bagian atas.
Aku memperhatikan bibir tipisku dengan lipstik warna baby rose di atasnya. Willi berulangkali mengaguminya setiap kami pergi kencan.
Lalu belahan dadaku juga dibuat sangat sensual dan menggairahkan oleh pelukis itu. Willi juga bilang ini kelebihanku yang dia sukai.
Dengan bahu membuka, tulang bahuku terselamatkan dengan baik. Kecuali...
"Nyonya, mengapa Anda juga melukis kruk sialan ini? Tidakkah sebaiknya Anda sedikit berbohong kalau aku..."
Lana memelukku, dan aku menangis tanpa mempedulikan apapun lagi.
"Dia meninggalkanmu karena kruk ini. Tapi kita tidak bisa menyalahkan kecelakaan yang menimpamu. Kau harus menerimanya.
Sudahlah, ayo kita pulang."