Wajah nyonya Mariah berubah cerah, setidaknya dia sempat senyum sedikit sebelum mengeluarkan cat yang dipilihnya.
Kenapa dia mewarnai kanvasnya dengan cat hitam, dan bukannya hijau ketimun?
Ah ya, aku tak boleh mengkhawatirkan hasilnya. Wanita ini bukan pelukis sembarangan. Dia tahu apa yang dia inginkan.
Aku mulai menatapnya. Maksudku bukan bagaimana dia bekerja, tetapi keadaannya.
Berapa usianya?
Empat satu? Atau empat tujuh? Dia memang terlihat buruk dari penampilannya.
Kurasa rambutnya yang coklat kemerahan akan mempesona jika ditata ahlinya. Bukan sekedar dibentuk menyerupai gumpalan kertas yang salah ketik, apalagi dengan kuas kecil sebagai pengganjal, bukan?
Aneh sekali, nyonya Mariah memunggungiku sebagai modelnya. Apakah dia menciptakan imajinasi tertentu setelah beberapa menit sebelumnya menghapal pose yang kubuat?
Ah, aku tidak sempat memperhatikan dia mengambil warna apa selanjutnya. Sekarang wanita itu berkonsentrasi dengan kanvas kecil yang disandarkan ke suatu rangkaian besi usang.
Cukup lama dia fokus ke arah benda itu. Aku menunggu dia berbalik sambil menghitung jumlah otot di punggungnya.
Entah apakah dietnya terlalu ketat. Dia amat sensual dan menggairahkan karena punggungnya, bukan karena gaun hitam yang longgar di tubuhnya.