Kesadaran beragama secara umum bisa dilihat dari seberapa besar upaya dari seseorang atau sekelompok orang untuk bisa menjalankan ajaran agamanya secara utuh. Dalam tataran awam kesadaran beragama itu antara lain dapat dilihat dalam pelaksanaan ritual ibadah yang diajarkan agamanya.
Bagi umat Islam misalnya bisa dilihat seberapa kuat seorang Muslim berupaya menjalankan Rukun Islam dan memenuhi Rukun Iman, dalam bentuk melaksanakan segala perintah dan menjauhi segala larangan. Dalam tataran awam, ini sudah cukup. Mereka yang berhasil menjalankannya dapat dipastikan akan membawa kebaikan, setidaknya tidak membuat kerusakan.
Kesadaran beragama harus berujung kepada kebaikan bagi semua, bagi manusia lainnya tidak memandang latar belakangnya. Ini hanya bisa terjadi jika dan hanya jika ajaran agamanya dijalankan secara utuh tanpa diwarnai kepentingan pragmatis yang sering kali justru bertolak belakang dengan ajaran agama itu sendiri. Radikalisme dan terorisme adalah contoh terbaik untuk menggambarkan itu.
Penggunaan agama untuk kepentingan pragmatis justru sering kali dilakukan oleh mereka yang mengklaim sebagai golongan elite dalam agamanya. Mereka yang mengaku atau berupaya diakui sebagai yang menguasai ilmu agama yang dianutnya.
Mereka inilah yang punya andil terbesar dalam 'memperbodoh' umat. Mereka berkepentingan umat menjadi bodoh. Karena bodohnya umat merupakan modal terbesar mereka dalam merealisasikan agenda-agenda kepentingan mereka. Inilah peer terbesar kita umat beragama di negeri kita ini.
Sekaranglah waktunya para pemuka agama sejati yang secara tradisional menjadi panutan umat, yang tiada lelah berusaha 'mencerdaskan' umatnya, untuk berlomba dengan upaya 'pembodohan' yang dilakukan mereka para penjual agama.
Salam, Winardi.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H