Mohon tunggu...
Inspirasiana
Inspirasiana Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Kompasianer Peduli Edukasi.

Kami mendukung taman baca di Soa NTT dan Boyolali. KRewards sepenuhnya untuk dukung cita-cita literasi. Untuk donasi naskah, buku, dan dana silakan hubungi: donasibukuina@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Kisahku di Penjara: Siapa Takut Covid-19? (Bagian 10)

12 Maret 2022   08:28 Diperbarui: 12 Maret 2022   08:33 365
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Terlepas dari adanya beberapa kasus yang melibatkan segelintir pimpinan lapas, saya berani memberikan apresiasi tinggi khususnya kepada jajaran Lapas Porong tempat saya 'mondok'.

Dalam mengelola biaya hidup WBP misalnya, saya menyaksikan perbaikan-perbaikan terus dilakukan. Terlepas dari kuantitas dan kualitas makanan yang jauh dari kebutuhan nutrisi normal, namun itu sudah jauh melampaui tingkat kelayakan bila dikaitkan dengan anggaran biaya makan dari negara yang hanya Rp. 20.000 per kepala. Tentang ini sudah saya ulas dalam artikel sebelumnya.

Beban kerja para pengelola lapas bertambah berat dengan munculnya wabah korona (COVID-19). 

Lapas dengan kondisi over kapasitasnya menjadi kluster yang sangat potensial untuk terjadinya penularan dalam skala tinggi.

Saya jadi teringat di saat awal pandemi ketika pemerintah mewacanakan 'pembebasan' bagi napi berusia lanjut banyak pegiat anti korupsi yang menentangnya karena akan membuat banyak napi Tindakan Pidana Korupsi terkena pembebasan itu.

Salah satunya ialah Najwa Shihab yang berteriak lantang bahwa napi Tipikor tidak termasuk kelompok yang potensial terkena penularan. Alasannya napi Tipikor itu dipenjara dalam kondisi nyaman, satu orang satu kamar, tidak mengalami situasi over kapasitas.

Najwa benar karena yang dilihatnya hanya Lapas Sukamiskin yang memang desain lapasnya satu orang satu kamar. Tapi dia tidak tahu (tapi sangat mungkin pura-pura tidak tahu), bahwa lapas semacam Sukamiskin itu hanya satu dan satu-satunya di Indonesia.

Di lapas lainnya sebagian besar napi Tipikor berada dalam kamar besar dengan 8-12 penghuni kamar. Memang tidak terlalu berdesakan dibandingkan kamar-kamar pada umumnya.

Saya teringat pula sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat pegiat anti korupsi merilis daftar napi Tipikor yang akan bebas jika kebijakan pembebasan napi terkait pandemi jadi dilakukan. Dan saya menjadi saksi mata atas wafatnya salah satu nama dari daftar itu yang meninggal dunia di lapas dalam status positif COVID-19.

Almarhum hanyalah satu dari sekian banyak WBP di Lapas Porong yang meninggal dalam status positif COVID-19. Sementara puluhan lainnya yang status positif kemudian dinyatakan sembuh.

Pihak lapas sungguh telah bekerja sangat keras untuk menangkal dan mengendalikan paparan COVID-19 ini. Mengampanyekan penerapan protokol kesehatan, melakukan tracing ketika ada yang dinyatakan positif, dan melakukan isolasi bagi yang termasuk kontak erat. Lapas juga menutup kunjungan, dan kegiatan ibadah di masjid dan gereja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun