Mohon tunggu...
Inspirasiana
Inspirasiana Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Kompasianer Peduli Edukasi.

Kami mendukung taman baca di Soa NTT dan Boyolali. KRewards sepenuhnya untuk dukung cita-cita literasi. Untuk donasi naskah, buku, dan dana silakan hubungi: donasibukuina@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Kisahku di Penjara: Dipenjara Itu Tidak Gratis (Bagian 9)

9 Maret 2022   05:51 Diperbarui: 9 Maret 2022   05:55 5838
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kisah nyata seorang narapidana | Foto diambil dari Freepik

Secara minimal, biaya hidup di penjara khususnya di Lapas Porong bisa dikatakan relatif murah. Uang seribu rupiah masih laku untuk dibelanjakan. Bandingkan dengan ketika saya menghuni Rutan, Rp. 50.000,00 adalah pecahan uang terkecil yang 'laku' di sana.

Sebagaimana yang berlaku secara umum di masyarakat, tinggi rendahnya biaya hidup di penjara akan sangat tergantung kepada gaya hidup dari masing-masing WBP.

Iuran-iuran yang ditanggung seorang WBP misalnya berbeda-beda tergantung dimana ia 'berkamar'. Konon di blok yang sebagian besar penghuninya napi berkantong tebal iuran bulanannya sedikitnya mencapai Rp 500.000,00. 

Di blok lain yang sebenarnya bukan blok hunian seperti di Blok Pengamanan dan Blok Kesehatan berkisar Rp. 250.000,000. Sedangkan di blok-blok lainnya berbeda antara yang menghuni kamar kecil dengan yang menghuni kamar besar.

Angka-angka ini bukanlah angka pasti, karena PK masing-masing blok sebagai pengelola dana iuran itu biasanya akan sangat fleksibel dengan melihat kondisi tiap WBP. Karena pertimbangan tertentu, bisa saja seorang WBP dibebaskan dari kewajiban iuran-iuran.

Perlu dicatat ya bahwa iuran-iuran yang saya sebut di atas bukanlah iuran yang ditarik oleh pihak Lapas. Saya harus memberikan apresiasi atas komitmen pihak Lapas Porong untuk menutup rapat-rapat peluang terjadinya 'pungli' dalam pelayanan kepada para WBP sejalan dengan penerapan WBK (Wilayah Bebas Korupsi).

Tentu saja ini tidak 100% mampu menghilangkan praktik-praktik 'nakal' dari beberapa oknum petugas. Namun setidaknya ini merupakan hal positif yang dirasakan oleh sebagian besar penghuni Lapas.

Dalam hal makan, dengan Rp. 10.000,00 sudah bisa mendapatkan satu porsi makan yang cukup layak terdiri dari nasi dengan takaran normal dan satu jenis lauk. Semangkuk bakso bisa juga diperoleh dengan sepuluh ribu itu. Bagi yang terbiasa makan 'enak' tersedia juga menu-menu makan dengan harga di kisaran Rp. 25.000 - Rp. 40.000 per porsi.

Mereka yang punya anggaran terbatas, jika ingin menambah sarapan pagi, dengan Rp. 5.000 sudah bisa mendapatkan segelas kopi panas, sepotong kue jajan, dan sebatang rokok kretek.

Kalau harga kebutuhan makan (seperti nasi plus lauk, kopi panas, atau kue jajan pasar) yang bisa dikatakan relatif sangat terjangkau, harga-harga barang kebutuhan sehari-hari lainnya termasuk tinggi bisa mencapai dua kali lipat atau lebih dari harga di luar.

Mi instan misalnya dijual dengan harga Rp. 4.000/bungkus. Sabun pencuci baju bungkusan kecil yang di luar hanya Rp. 1.000/bungkus disini menjadi Rp. 5.000/bungkus.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun