Sahabat pembaca yang budiman, akhirnya penulis harus mengatakan bahwa laki-laki paruh baya itu tiada lain dan tiada bukan adalah diri penulis sendiri.Â
Kalau tulisan ini hadir di hadapan sahabat pembaca, bukan dimaksudkan untuk membuka aib pribadi sebagai mantan narapidana. Bukan pula untuk membanggakannya. Karena tidak ada yang dapat dibanggakan dari status narapidana itu.Â
Saya juga tiada bermaksud untuk membersihkan nama. Karena terlepas dari saya secara pribadi merasa bersalah atau tidak, realitanya pengadilan telah memutuskan bahwa saya bersalah. Dan label mantan narapidana akan tetap melekat pada diri penulis sampai kapan pun.
Jadi, penjara inilah yang menjadi salah satu alasan tidak produktifnya saya sebagai seorang penulis di Kompasiana atau kompasianer. Kesempatan menulis adalah kesempatan yang diperoleh dengan "mencuri-curi" karena satu-satunya alat untuk "menulis" adalah ponsel, sesuatu yang "tidak haram", tapi di penjara keberadaannya ilegal.
Kalau sahabat pembaca ada yang sempat memperhatikan puisi-puisi saya yang tayang di Kompasiana banyak yang bertemakan "sepi dan kesepian" serta "rindu dan kerinduan". Itu karena memang sepi dan kesepian serta rindu dan kerinduan menjadi warna hidup saya yang sesungguhnya selama 4 tahun dan 1 bulan itu.Â
Sila baca: Puisi Malam dan Puisi Kukatakan pada Waktu
Akan tetapi sepi dan kesepian tidak pernah bisa "membunuh" saya, karena rindu dan kerinduan telah membuat saya tetap "hidup" untuk bisa "pulang" mengejar rindu dan kerinduan itu sendiri.
Saya ingin berbagi tentang hal-hal yang menarik dari sebuah tempat yang bernama penjara. Maka jika pada hari-hari berikutnya saya hadirkan juga tulisan-tulisan lain tentang penjara ini semoga bisa menghadirkan sedikit gambaran tentang perikehidupan di penjara dengan segala dinamikanya.Â
Tentu hanya hal-hal ringan yang bisa saya hadirkan sesuai dengan kapasitas dan kemampuan saya.
Sahabat pembaca yang budiman, begitulah dibutuhkan waktu 1 tahun dan 2 bulan mulai dari saat ditersangkakan sampai putusan pengadilan berkekuatan tetap (inkrah) dan kemudian menjalani status narapidana selama 35 bulan.Â
Tentu banyak sekali dinamikanya selama proses itu berlangsung. Melawan Dengan Sabar yang penulis jadikan judul utama serial tulisan ini adalah judul dari Nota Pembelaan (Pledoi) Pribadi yang penulis bacakan di depan Sidang Pengadilan Tipikor dengan 5 orang Majelis Hakim, 9 orang Jaksa Penuntut Umum dan 4 orang Tim Penasihat Hukum Terdakwa.