Mohon tunggu...
Inspirasiana
Inspirasiana Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Kompasianer Peduli Edukasi.

Kami mendukung taman baca di Soa NTT dan Boyolali. KRewards sepenuhnya untuk dukung cita-cita literasi. Untuk donasi naskah, buku, dan dana silakan hubungi: donasibukuina@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ragam Ungkapan Sehari-hari dalam Bahasa Daerah Karo

22 Desember 2020   06:13 Diperbarui: 22 Desember 2020   09:55 465
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
'Sibayak' dari Kabanjahe, saat acara menari.Deskripsi: Foto ini diambil sekitar tahun 1900-1940. Colored by Matius Celcius Sinaga

Mengikuti pendapat Richard Templar dalam "The Rule of Life", bahwa kaum manusia dari berbagai latar bila ditarik jauh ke belakang mungkin tidak ada yang tidak berhubungan, baik secara filogenetik maupun secara ontogenetik. Setidaknya, secara filogenetik mereka adalah sesama genus dan spesies keturunan Adam dan Hawa.

Dalam lingkup yang lebih kecil, secara ontogenetik setiap manusia adalah keturunan dari ibu dan bapaknya. Ada yang merupakan keturunan dari Genghis Khan, yang bermukim di wilayah yang termasuk jazirah taklukan tokoh besar yang bernama lain Temujin ini.

Ada juga yang merupakan keturunan dari Hayam Wuruk, yang bersama-sama dengan Mahapatih Gajah Mada pernah menguasai seluruh Nusantara. Bahkan sampai ke Siam dan Malaka, dalam naungan sebuah kerajaan besar bernama Majapahit.

Dalam lingkup kehidupan mulai dari yang paling kecil hingga yang paling besar, setiap manusia memerlukan adanya bahasa. Bahkan, menurut Yuval Noah Harari dalam bukunya, "Sapiens", bahasa adalah salah satu keutamaan Sapiens yang membedakan sekaligus menempatkannya pada urutan tertinggi rantai makanan, dibandingkan semua genus dan spesies dalam kerajaan animalia.

Bahasa manusia adalah bahasa yang canggih, yang memungkinkannya bersekutu dan bekerja sama melalui sebuah upaya diplomasi yang sukses. Sebaliknya, bahasa tidak  jarang menjadi media pemicu perang, akibat suatu diplomasi yang berakhir berantakan.

Human language is a sophisticated language. Bahasa manusia adalah suatu bahasa yang canggih. 

Demikianlah hari ini, ketika keturunan bani Adam dan Hawa yang tersebar menjadi diaspora, pengelana yang belum berhenti mengembara ke seluruh penjuru bumi, masih mampu mengenal asal-usul leluhurnya salah satunya dengan menguasai bahasa. Mereka yang berasal dari leluhur yang mendiami dataran transisional, mulai dari dataran rendah hingga dataran tinggi, masih mampu merajut silaturahmi dan berbagi suka duka dalam pengembaraannya menggunakan sarana tak kasat mata yang diberi nama bahasa.

Baiklah, kita tinggalkan saja permainan kata-kata tentang arti penting bahasa itu. Saya hanya akan sedikit berbagi tentang bahasa daerah Karo. Itu adalah bahasa ibu yang turut membesarkan jiwa dan ragaku, di serpihan belahan kecil dunia, yang takmalu kusebut "dunia Karo". Ini adalah dunia masa, sejak raga dikandung bunda, mungkin hingga akhir menutup mata.

Suku Karo dan cakap Karo (bahasa Karo), adalah salah satu suku bangsa dengan bahasa daerahnya yang masih lestari di Indonesia dan dunia. Dilansir dari Kompas.com, 30/03/2019, disebutkan bahwa berdasarkan data Badan Pusat Statistik, hasil Sensus Penduduk tahun 2010, ada 1.331 kelompok suku di Indonesia.

Terkait jumlah bahasa daerah di Indonesia, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan atau Badan Bahasa telah memetakan dan memverifikasi 652 bahasa daerah yang berbeda. Jumlah ini diperoleh dari proses verifikasi sejak tahun 1991 hingga 2017.

Namun, jumlah ini bisa terus berubah seiring berjalannya waktu. Semoga kita tidak akan kehilangan lagi bahasa-bahasa daerah yang merupakan salah satu sumber pengaya bahasa Indonesia ini.

Dalam kecanggihan semua bahasa, termasuk bahasa daerah ini, saya hanya akan membagikan beberapa ragam ungkapan kehidupan sehari-hari dalam bahasa Karo. Disamping karena saya bukan ahli bahasa, saya hanya mencoba berbagi sependek pengetahuan saya sebagai bentuk kecintaan pada bahasa ibu saja.

Selain itu, saya juga berpendapat bahwa dengan menguasai beberapa ungkapan ini saja, pembaca kiranya sudah dapat mencecap bagaimana hangatnya orang-orang Karo. Terutama kami yang tinggal di pegunungan dengan cuacanya yang sejuk ini. Selain itu, bisa juga menjadi modal awal untuk menggombal bagi muda mudi dari daerah atau negara lain, yang tertambat hatinya pada muda mudi Karo.

Markimul, mari kita mulai. Hehe.

Ada sebuah falsafah pada suku Karo yang katanya demikian, "Merga silima, rakut si telu, perkade-kaden sepuluh dua tambah sada." Dalam terjemahan bebas sehari-hari ala saya, falsafah hidup itu bisa dimaknai sebagai "Lima marga, tiga ikatan, hubungan kekerabatan dua belas tambah satu."

Kita tidak akan menggumuli esensi dan substansi falsafah ini secara khusus. Sekali lagi karena saya bukan ahli bahasa dan bukan pula ahli budaya, tapi hanya seorang insan yang menangkupkan sejuta cinta pada tanah airnya saja. Kita akan menilik ungkapan sehari-hari yang populer pada suku Karo dalam prinsipnya yang terakhir saja, terkait hubungan "kekerabatan dua belas tambah satu" itu.

Gagasan inti pada prinsip ini adalah, suku Karo yang hidup dalam susunan sistem sosial "lima marga dan tiga ikatan itu", memiliki "dua belas hubungan kekerabatan" yang tidak saja bersifat intrapersonal dan antarpersonal dalam hubungan dengan sesama suku Karo. Namun, juga dengan semua manusia dalam narasi operasi bilangan "tambah satu" itu. Apa pula maksudnya itu?

"Tambah satu" dalam hal ini bukanlah nilai satu dalam pemaknaan matematis semata. Dalam falsafah suku Karo, nilai satu ini bermakna universalitas. Satu bisa dimaknai sebagai semua manusia dari berbagai suku bangsa, agama, negara, budaya, kelamin, gender, ras, golongan dan apa saja embel-embel lainnya yang mungkin dan mampu diciptakan oleh si Sapiens sebagai atribut mitologi dan imajinasi bersama manusia.

Manusia Karo dalam dunia Karo, mampu membuka diri menjadi kerabat bagi siapa saja, atau bahkan bagi apa saja yang mampu memenangkan hatinya. Hati dalam hal ini bukan pula menunjukkan spesifikasi khusus sebagaimana ungkapan seperti dalam Raja Richard si hati singa.

Namun, bersifat umum sebagaimana umumnya hati manusia. Meminjam ungkapan grup band Dewa 19 dalam lagunya yang berjudul "Air Mata", ini adalah sebuah ungkapan umum yang mudah dimengerti, bahasa air mata sebagai ungkapan hati manusia.

Menangislah bila harus menangis, karena kita semua manusia.
Manusia bisa menangis dan manusia mengambil hikmah.

Siapakah manusia yang tidak bisa menangis? Meskipun sebagiannya bisa juga dirasa gagal mengambil hikmah. Pada dasarnya itu pun hanya rasa dalam bingkai imajinasi manusia yang selalu saja bisa berubah.

Tidak ada manusia yang terlahir sempurna. Juga tidak ada manusia yang terlahir tanpa sengaja dan tanpa makna bagi dunia.

Hanya saja, ada yang tampak indah, sebaliknya ada juga yang tampak kumal. Itu hanya batas dan sekat penanda rasa yang menunjukkan bahwa dalam hidup manusia, pasti semuanya pernah diliputi suka dan duka, silih berganti. Bahasa, itulah sebuah lagu tentang kesamaan manusia.


Merajut Silaturahmi dalam Ungkapan Bahasa

1. Mejuah-juah

Makna ungkapan ini kurang lebih adalah "damai sejahtera bagimu." Salam ini biasa dipakai saat pertama kali bertemu, baik antarsesama kerabat, kawan baik, maupun orang yang baru pertama kali bertemu.

Menyambut salam ini, orang Karo akan menjawab kembali dengan mengucapkan mejuah-juah. Saat hendak berpisah pun, salam ini biasa diucapkan kembali.

Pemakaian ungkapan ini juga biasa dalam bahasa tulisan, dituliskan baik di awal maupun di akhir surat. Begitu juga dalam komunikasi tertulis melalui surat elektronik, pesan singkat, atau dalam komunikasi melalui media sosial, seperti pada pesan singkat whatsapp.

2. Bujur melala

Artinya terima kasih banyak. Ini adalah sebuah ungkapan yang universal, mendunia. Siapa yang tidak senang dan akan merasa dihargai bila mendapatkan ucapan terima kasih. Bujur melala adalah ungkapan kehangatan yang akan meluluhkan hati siapa saja, termasuk orang Karo.

3. Keleng ateku kam

Artinya aku mengasihimu. Ini adalah ungkapan rasa kasih dengan makna yang mendalam. Biasa diucapkan antarsesama manusia Karo. Diucapkan baik dalam lingkup hubungan erat antara suami-istri, orang tua-anak, orang-orang dalam hubungan kekerabatan/ keluarga, antara gembala atau ulama dengan jemaatnya, dan sebagainya.

Di samping itu, bisa juga dimaknai semacam ungkapan kasih dalam artian eros, percintaan muda mudi. Namun, maknanya lebih mendalam dari sekadar ungkapan aku mencintaimu.

4. Ngena ateku kam

Artinya aku mencintaimu. Makna ini lebih menekankan perasaan cinta sebagaimana pemaknaan rasa cinta dan rasa suka dalam hubungan muda-mudi.

5. Ungkapan populer sehari-hari

Dalam komunikasi lisan sehari-hari, beberapa ungkapan yang diperlukan agar tidak sesat di jalan atau salah mengungkapkan perasaan apabila pembaca bertemu dengan orang Karo, atau sekali waktu terdampar di Tanah Karo, entah karena alasan apapun, antara lain:

  • Ise Kam?: kamu siapa?
  • Kai atendu?: kamu mau apa?; maksud kamu apa?
  • Kuja atendu?: kamu mau kemana?
  • Ndigan kita kuje/ kujah?: kapan kita kesini/ kesana?
  • Engkai maka kam berjut?: mengapa engkau cemberut?
  • Uga ningku ngatakensa?: bagaimana aku mengatakannya?

Tidak cukup satu artikel ini untuk mengulas semuanya, walau sekadar bahasa sehari-hari. Kiranya unsur-unsur dalam 5W1H: who, what, where, when, why, how (siapa, apa, dimana, kapan, mengapa, dan bagaimana) di atas sudah cukup menjadi bekal dasar untuk belajar berbahasa daerah Karo.

Disamping itu, rangkaian kata benda yang mengiringi pemakaian unsur dasar bahasa daerah Karo, yang dipakai saat kita ingin menyampaikan suatu hal, secara umum hampir sudah menyerap nama-nama benda dalam bahasa Indonesia. Singkatnya, dalam pemakaian bahasa daerah Karo di seputar aspek 5W1H, walaupun bercampur dengan bahasa Indonesia, pastinya akan dapat dipahami oleh kebanyakan penutur bahasa daerah Karo saat ini.

Itu saja untuk saat ini. Lain kali kita sambung lagi, Kawan. Mejuah-juah. Keleng ateku Kam.

Ditulis oleh TT van de Karr untuk Inspirasiana.

Rujukan: 1

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun