Mohon tunggu...
Inspirasiana
Inspirasiana Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Kompasianer Peduli Edukasi.

Kami mendukung taman baca di Soa NTT dan Boyolali. KRewards sepenuhnya untuk dukung cita-cita literasi. Untuk donasi naskah, buku, dan dana silakan hubungi: donasibukuina@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ragam Ungkapan Sehari-hari dalam Bahasa Daerah Karo

22 Desember 2020   06:13 Diperbarui: 22 Desember 2020   09:55 465
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
'Sibayak' dari Kabanjahe, saat acara menari.Deskripsi: Foto ini diambil sekitar tahun 1900-1940. Colored by Matius Celcius Sinaga

Namun, jumlah ini bisa terus berubah seiring berjalannya waktu. Semoga kita tidak akan kehilangan lagi bahasa-bahasa daerah yang merupakan salah satu sumber pengaya bahasa Indonesia ini.

Dalam kecanggihan semua bahasa, termasuk bahasa daerah ini, saya hanya akan membagikan beberapa ragam ungkapan kehidupan sehari-hari dalam bahasa Karo. Disamping karena saya bukan ahli bahasa, saya hanya mencoba berbagi sependek pengetahuan saya sebagai bentuk kecintaan pada bahasa ibu saja.

Selain itu, saya juga berpendapat bahwa dengan menguasai beberapa ungkapan ini saja, pembaca kiranya sudah dapat mencecap bagaimana hangatnya orang-orang Karo. Terutama kami yang tinggal di pegunungan dengan cuacanya yang sejuk ini. Selain itu, bisa juga menjadi modal awal untuk menggombal bagi muda mudi dari daerah atau negara lain, yang tertambat hatinya pada muda mudi Karo.

Markimul, mari kita mulai. Hehe.

Ada sebuah falsafah pada suku Karo yang katanya demikian, "Merga silima, rakut si telu, perkade-kaden sepuluh dua tambah sada." Dalam terjemahan bebas sehari-hari ala saya, falsafah hidup itu bisa dimaknai sebagai "Lima marga, tiga ikatan, hubungan kekerabatan dua belas tambah satu."

Kita tidak akan menggumuli esensi dan substansi falsafah ini secara khusus. Sekali lagi karena saya bukan ahli bahasa dan bukan pula ahli budaya, tapi hanya seorang insan yang menangkupkan sejuta cinta pada tanah airnya saja. Kita akan menilik ungkapan sehari-hari yang populer pada suku Karo dalam prinsipnya yang terakhir saja, terkait hubungan "kekerabatan dua belas tambah satu" itu.

Gagasan inti pada prinsip ini adalah, suku Karo yang hidup dalam susunan sistem sosial "lima marga dan tiga ikatan itu", memiliki "dua belas hubungan kekerabatan" yang tidak saja bersifat intrapersonal dan antarpersonal dalam hubungan dengan sesama suku Karo. Namun, juga dengan semua manusia dalam narasi operasi bilangan "tambah satu" itu. Apa pula maksudnya itu?

"Tambah satu" dalam hal ini bukanlah nilai satu dalam pemaknaan matematis semata. Dalam falsafah suku Karo, nilai satu ini bermakna universalitas. Satu bisa dimaknai sebagai semua manusia dari berbagai suku bangsa, agama, negara, budaya, kelamin, gender, ras, golongan dan apa saja embel-embel lainnya yang mungkin dan mampu diciptakan oleh si Sapiens sebagai atribut mitologi dan imajinasi bersama manusia.

Manusia Karo dalam dunia Karo, mampu membuka diri menjadi kerabat bagi siapa saja, atau bahkan bagi apa saja yang mampu memenangkan hatinya. Hati dalam hal ini bukan pula menunjukkan spesifikasi khusus sebagaimana ungkapan seperti dalam Raja Richard si hati singa.

Namun, bersifat umum sebagaimana umumnya hati manusia. Meminjam ungkapan grup band Dewa 19 dalam lagunya yang berjudul "Air Mata", ini adalah sebuah ungkapan umum yang mudah dimengerti, bahasa air mata sebagai ungkapan hati manusia.

Menangislah bila harus menangis, karena kita semua manusia.
Manusia bisa menangis dan manusia mengambil hikmah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun