Ada banyak juga anak-anak kecil yang pada saat di foto mereka menunjukkan angka dengan jari-jari mereka. Apakah anak-anak itu nanti harus dilarang dan dihukum?
Tentu saja sangat aneh, karena mereka melakukan itu semata-mata karena selera zaman dan gaya-gaya populer di tengah masyarakat.Â
Nah, sama halnya dengan gaya cinta dalam bahasa Korea, saranghae, di mana-mana, sampai orangtua pun, ketika di foto, jari mereka melukis simbol cinta dalam alam berpikir orang Korea.
Jadi, saya pikir jika kita punya cara berpikir dewasa, kita tidak akan melarang orang membuat simbol dengan gayanya masing-masing. Sekali lagi, jari yang menunjukkan angka-angka itu tidak akan menjadi sebuah keputusan akhir.
Angka, Warna, dan Psikologi Abnormal
Sebagian besar masyarakat Indonesia cukup sensitif terhadap angka dan warna, terutama dalam kontestasi politik.Â
Momen pesta demokrasi membuat kita "merasa lain" dalam suasana hidup kebangsaan ini.
Kelainan adalah kata kunci dalam psikologi abnormal yang bermula dari teori Sigmund Freud. Bagi Freud, kelainan memiliki penyebab psikologis daripada fisik.
Mengapa kelainan bisa terjadi? Menurut Freud, kelainan terjadi karena adanya konflik yang tidak terselesaikan antara ego (saya yang disadari dan dipahami-Selbstbewusstsein) dan superego (apa yang di atas saya berupa aturan, larangan dan gagasan nilai dalam suatu masyarakat - Wertvorstellungen und Regeln der Gesellschaft).
Kelainan didasarkan pada keinginan, pikiran, dan ingatan yang tidak disadari. Bahkan jika hal itu tidak disadari, pikiran dan ingatan itu memengaruhi kita.
Nah, aspek pengaruh itulah yang tentu saja paling ditakuti oleh lawan politik dan masing-masing pendukungnya.Â
Meskipun demikian, jika orang dapat berpikir kritis dan matang secara emosional, maka pilihan seseorang tidak bisa digoyahkan hanya dengan angka dan warna.