Mohon tunggu...
Inosensius I. Sigaze
Inosensius I. Sigaze Mohon Tunggu... Lainnya - Membaca dunia dan berbagi

Mempelajari ilmu Filsafat dan Teologi, Politik, Pendidikan dan Dialog Budaya-Antaragama di Jerman, Founder of Suara Keheningan.org, Seelsorge und Sterbebegleitung dan Mitglied des Karmeliterordens der Provinz Indonesien | Email: inokarmel2023@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Kekayaan Bukan untuk Dipamerkan, tapi Untuk Dimaknai

15 Maret 2023   15:58 Diperbarui: 21 Maret 2023   15:39 499
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kekayaan itu bukan untuk dipamerkan, tetapi untuk dimaknai | Ino SIgaze. 

Arus kemajuan teknologi komunikasi dan media sosial telah mengubah mentalitas kebanyakan orang.

Mental suka pamer kekayaan sudah menjadi trend baru saat ini.

Ada kepuasan batin yang muncul tanpa konfrontasi dan kritik langsung dari orang yang melihat tentang pamer sesuatu di media sosial.

Pamer sesuatu di media sosial tidak selamanya buruk, karena orang harus melihat secara lain konteks dan motivasi seseorang yang memamerkan sesuatu itu atau kekayaannya.

Memamerkan foto saat makan bersama dengan seorang teman yang sudah lama tidak bertemu misalnya, sebetulnya bagi orang yang memamerkan itu adalah momen indah yang patut dikenang dan bukan untuk maksud lainnya.

Justru dari pamer foto itu teman-teman yang lain terpanggil untuk mengenang kembali masa lalu. Dan sungguh dalam hal ini pamer itu menjadi sesuatu yang sangat positif dan indah.

Pamer kekayaan yang bisa dimengerti

Pamer kekayaan karena hasil perjuangan dan kerja keras sendiri yang memang datang dari hasil keringat sendiri, bagi saya itu hal yang wajar.

Pamer kekayaan dari orang dengan latar belakang kerja keras, itu adalah sebuah motivasi.

Orang yang melihat mestinya berpikir positif dan mengagumi pencapaian orang lain dari hasil kerja kerasnya.

Bisa saja pada momen pamer itu orang akan menemukan pengakuan sosialnya. Teman-teman mengucapkan rasa bangga atas pencapaiannya.

bukan pamer kekayaan, tapi memaknainya | Dokumen pribadi oleh Ino Sigaze.
bukan pamer kekayaan, tapi memaknainya | Dokumen pribadi oleh Ino Sigaze.

Apresiasi adalah hal yang pantas untuk orang yang pamer kekayaan dari hasil kerjanya sendiri. 

Cuma problemnya adalah bagaimana caranya supaya kita tahu bahwa apa yang dipamerkan itu dari hasil kerjanya. 

Nah, sebetulnya siapa yang ingin memamerkan kekayaannya, harus jujur dengan diri sendiri dan sesama.

Persoalannya, jika pamer kekayaan tanpa ada hasil kerja nyata dan keras, maka sudah pasti netizen akan mengincarnya. 

Di situlah letak etikanya, orang boleh-boleh saja pamer kekayaan asal itu dari keringat sendiri.

Karena di Indonesia misalnya, tidak ada hukum yang melarang orang tidak boleh pamer kekayaannya. Jadi, siapa saja boleh pamer kekayaannya. Meskipun demikian, orang perlu tahu etika yang pantas dan motivasi yang wajar, bahkan harus dengan rasa tanggung jawab pribadi. 

Umumnya orang yang benar-benar kaya, tidak sering pamer kekayaan mereka.

Pamer kekayaan dengan motif cari pengakuan

Model manusia yang suka pamer kekayaan, tanpa memperhitungkan apa kata dunia, sebenarnya tipe orang yang tidak tahu bersyukur. 

Apalagi kalau kekayaan yang dimiliki itu bukan dari keringat sendiri. 

Nah, lebih memalukan sebenarnya, jika orang pamer kekayaan padahal itu hasil curian ayahnya. Ya, jelas itu tidak etis. 

Model pamer kekayaan seperti itu sebenarnya bentuk dari ketidakwarasan manusia zaman ini. 

Asal show, padahal bukan keringat sendiri. 

Jika orang bisa melakukan model pamer kekayaan seperti itu, maka orang sudah benar-benar kehilangan rasa malu.

Kehilangan rasa malu itu bisa menjadi bukti dari matinya etika dan hati nurani. 

Jenis ini sebenarnya bisa mengarah kepada kesombongan sosial.

Pandangan positif tentang kekayaan

Dalam banyak agama pasti punya konsep tentang kekayaan.  Tanpa menyebut agama tertentu, saya yakin bahwa sebagian orang hidup dari pandangan-pandangan positif seperti ini: 

1. Kekayaan itu merupakan berkat Tuhan

Kekayaan sebagai bukti berkat dari Tuhan, mengapa bisa ada konsep seperti itu? Masuk akal karena ada orang yang bekerja secara sungguh-sungguh tekun dengan doa semoga ia diberikan kelimpahan hasil, lalu menjadi kaya. 

Perjuangan yang disertai dengan imannya bahwa Tuhan akan memberinya menjadikannya kelimpahan kekayaan. 

Pada saat itu orang percaya bahwa kekayaannya adalah berkat Tuhan. 

2. Kekayaan untuk membantu orang lain

Konsep sedekah itu ada hampir di semua agama. 

Tidak heran kalau kita mendengar bahwa ada sumbangan ini dan itu dari keluarga tertentu. 

Spontan orang bilang, "oh tidak heran mereka keluarga kaya." 

Bahkan ada juga yang begitu santun memberi sampai tidak mau dipamerkan siapa nama mereka sebagai pemberi. 

Jenis seperti itu saya namakan orang kaya yang rendah hati dan bijaksana. 

Bijaksana dan rendah hati karena mereka memberi tanpa berusaha diketahui orang lain, tanpa ada nafsu pamer kekayaan. 

3. Kekayaan sebagai ungkapan prestasi dan kesuksesan

Orang tidak boleh lupa bahwa kekayaan itu menjadi alat ukur prestasi dan kesuksesan seseorang. 

Apalagi kekayaan itu berawal dari hasil usaha sendiri dan dari keringat dan air mata sendiri. Pada tingkat ini kekayaan dimaknai sebagai zona nyaman dalam hidup manusia.

Bahkan keadaan prestasi itu menjadikan orang tidak terbebani secara ekonomi dan keuangan.

Jadi, ada beberapa hal yang penting dari ulasan ini: 

Pertama, orang bisa saja pamer kekayaan dengan motif untuk memotivasi orang lain atau teman-temannya, namun asalkan bentuk kekayaan itu dari keringat sendiri. 

Kedua, tidak harus kekayaan itu dipamerkan, karena kekayaan itu adalah berkat Tuhan yang perlu digunakan secara baik untuk membantu orang lain juga. 

Ketiga, budaya malu dan jujur pada diri sendiri harus menjadi landasan etis dalam hati nurani setiap orang untuk memiliki pandangan yang positif dan bertanggung jawab terhadap kekayaan yang dimilikinya.

Salam berbagi, ino, 15.03.2023

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun