Generasi muda yang pola pikir mereka hanya terpaut pada kemeriahan konyol dan kosong. Ya, gimana gak? Datang tanpa diundang, tanpa rasa malu pula. Sudah seperti itu, isi amplop mereka cuma 2000 rupiah.
Mereka mungkin punya uang, tapi uang mereka itu disiapkan untuk membeli miras yang juga dijual di tempat pesta. Uniknya lagi, penjual itu ada di sekitar panggung pesta.
Kalau saya mengamati itu, terasa betapa budaya kehidupan manusia ini sedang diterpa oleh kedangkalan hidup, sampai pada nilai-nilai dalam sekejap tidak dipedulikan lagi karena isi otak generasi mudah sudah diguncang minuman keras.
Di mana posisi penting dari hadiah pernikahan?Â
Tampaknya kemerosotan kesadaran ini muncul dari desa. Desa-desa kita tanpa ada regulasi yang menata kehidupan generasi muda menjadi lebih teratur dan berperikemanusiaan.
Tidak hanya itu tua-tua adat kita menerima begitu saja perubahan itu, dengan dalil, "ah ini kan cuma sekali-kali saja, sudahlah kita nikmati kemeriahan ini."
3. Manusia dewasa ini haus hiburan
Berdasarkan diskusi dengan beberapa tokoh masyarakat selama liburan tahun lalu terkait fenomena pesta pernikahan dan hadiah pernikahan, saya punya asumsi bahwa manusia dewasa ini haus hiburan.
Saya tidak lagi menyebut generasi muda, karena kenyataan membuktikan bahwa yang hadir di panggung pesta itu bukan cuma orang-orang muda, tetapi tua-tua juga tidak kalah semangatnya.
Mungkin seperti tren di kota-kota besar di daratan Jawa, seperti selera saweran itu datang pula orang-orang tua yang sudah sempoyongan langkahnya, tapi nekad berdansa dan saweran dengan gadis muda belia.
Kenyataan-kenyataan itu, pernah ada gagasan dari seorang pemuda, katanya, "gimana kalau dibuatkan tempat hiburan tanpa alkohol. Siapa saja yang mau menari dengan aneka musik dia harus membayar dulu berapa harganya."