Bagaimana dengan keluarga yang tidak punya pembantu rumah tangga, tetapi pekerjaan rumah tangga itu diambil alih oleh sang ibu rumah tangga?Â
Saya lebih tertarik jika definisi pekerja rumah tangga itu akhirnya merujuk kepada status pekerjaan ibu rumah tangga.Â
Mampukah pemerintah memberikan gaji kepada semua ibu rumah tangga?Â
Tentu saja lebih mudah bagi pemerintah untuk memikirkan pembantu rumah tangga daripada ibu pekerja rumah tangga? Mengapa?Â
Hal ini karena kenyataan menunjukkan bahwa pembantu rumah tangga lebih sedikit jumlahnya, daripada ibu rumah tangga.Â
Meskipun demikian, bukan soal jumlahnya yang perlu dipikirkan saat ini, tetapi soal peran mereka di dalam menjalankan roda kehidupan rumah tangga.Â
Seorang ibu dalam arti tertentu sebenarnya merekalah pelaku pekerjaan rumah tangga; kalau pembantunya digaji, dilindungi, ya mengapa kaum ibu yang setiap hari bekerja itu tidak digaji dan dilindungi?Â
Dalam hal ini, saya pikir sangat penting pihak pemerintah dan ahli hukum membuat suatu pembatasan yang jelas terkait nama-nama itu dan fungsi tugas mereka.Â
Pada prinsipnya hak pekerja rumah tangga pantas dilindungi, demikian juga pekerjaan ibu juga perlu diakui, tanpa bedakan apa status pendidikannya.Â
RUU PRT di Indonesia akan menjadi konsumsi dunia
Pengakuan dan perlindungan tenaga kerja perempuan itu belum banyak dilakukan oleh negara-negara di dunia.Â
Coba perhatikan, di Jerman misalnya: setinggi-tingginya level pendidikan perempuan dan sepenting apapun perannya, tidak memperoleh gaji lebih dari laki-laki dalam suatu perusahan atau kantor yang sama. Oh sadis bukan?Â
Nah, jika Indonesia berani mengubah cara pandang tentang peran penting dari ibu rumah tangga dengan status hukum yang melindungi mereka dan bahkan pemerintah memberikan penetapan gaji kepada  mereka, maka bisa saja Indonesia menjadi negara pertama yang paling memperhatikan nasib kaum perempuan.Â