Mohon tunggu...
Inosensius I. Sigaze
Inosensius I. Sigaze Mohon Tunggu... Lainnya - Membaca dunia dan berbagi

Mempelajari ilmu Filsafat dan Teologi, Politik, Pendidikan dan Dialog Budaya-Antaragama di Jerman, Founder of Suara Keheningan.org, Seelsorge und Sterbebegleitung dan Mitglied des Karmeliterordens der Provinz Indonesien | Email: inokarmel2023@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Membaca Kembali Gagasan Sebulan, Memotivasi Diri untuk Terus Menulis

1 Februari 2023   04:01 Diperbarui: 1 Februari 2023   04:05 425
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Genting memang bisa dirasakan, tetapi tidak selalu menjadikan orang cuma melihat kelemahan diri sendiri, tetapi juga perlu waspada dan persiapan diri untuk menjadi lebih baik kedepannya nanti.

Oleh karena itu, sebenarnya di tengah perasaan kegentingan global ini orang perlu mengatakan sesuatu dari hati. Memang setiap masa kepemimpinan ada suksesi dan kursi kosong, tetapi juga orang perlu melihat ke langit bahwa di sana ada awan yang datang dan pergi. 

Artinya bahwa itu isyarat bahwa tidak ada yang abadi, pergantian dalam suksesi kepemimpinan itu perlu diterima sebagai suatu kenyataan (Wirklichkeit).

Menariknya bahwa seorang penulis Kompasiana, Zabidi Mutiullah menyisipkan komentarnya bahwa ada kursi kosong yang tak kan pernah dilupakan.

Komentar pilihan ini mengungkapkan kenyataan dunia saat ini, dunia suksesi itu tidak seindah teori tentang suksesi, pergantian dan regenerasi.

Dilema antara WFO, WFH, WFF dan WFG

Artikel yang diberi label Artikel Utama itu tidak kalah serunya karena satu komentar dari penulis Kompasiana yang satu ini, Limantina Sihaloho. 

Menurut Limantina Sihaloho situasi apapun termasuk soal WFH dan WFO itu harus dihadapi dengan bijak. Baginya konsep itu tidak ada pengaruhnya karena ia sendiri lebih sering berada di kebun dan ladang. Dari situ muncul istilah baru, work from farm (WFF), work from garden (WFG). 

Saat membaca komentarnya, terasa penulis ini kreatif banget. Ya, realistis sekali tentunya. Kita hanya membahas urusan kuliah dan kerja, lalu kapan urusan para petani itu dibahas? Menurutnya penting nanam-nanam, biar kita punya cukup stok makanan di bumi.

Diskusi kecil dan komentar berlalu hingga saya terinspirasi untuk menulis puisi kecil dengan judul bekas kaki. Jadi ingat saat pergi bersama ayah dan ibu ke kebun tanpa alas kaki. Setiap langkah meninggalkan bekas kaki.

Selanjutnya di tengah semarak imlek, Kompasiana menawarkan topik pilihan dengan tema, china food, saya ternyata pengagum makanan dan restoran China yang bisa tersebar ke seluruh dunia.

Saat manusia butuh suasana baru dan makanan enak, orang tidak peduli lagi apa itu WFH dan WFO, yang penting adalah Essen im Restaurant (EIR).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun