Mohon tunggu...
Inosensius I. Sigaze
Inosensius I. Sigaze Mohon Tunggu... Lainnya - Membaca dunia dan berbagi

Mempelajari ilmu Filsafat dan Teologi, Politik, Pendidikan dan Dialog Budaya-Antaragama di Jerman, Founder of Suara Keheningan.org, Seelsorge und Sterbebegleitung dan Mitglied des Karmeliterordens der Provinz Indonesien | Email: inokarmel2023@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Membaca Kembali Gagasan Sebulan, Memotivasi Diri untuk Terus Menulis

1 Februari 2023   04:01 Diperbarui: 1 Februari 2023   04:05 425
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat menulis ini tiba-tiba saja saya tertarik bukan saja pada apa yang sudah tuliskan, tetapi lebih berfokus pada reaksi dari teman-teman penulis yang membaca. 

Pada bagian tulisan lato-lato politik, saya sangat berkesan dengan komentar penulis Komapsiana, Sri Rohmatiah Djalil, tulisnya, "Dengan saling tabrak akan muncul keributan. Semoga suasana politik tidak ada keributan."

Dari komentar itu tampak ada logika, jika saling tabrak, maka akan ribut. Tapi juga ada doa dan harapan bahwa suasana politik yang kondusif dan aman.

Rupanya dari gagasan lato-lato itu munculah barisan puisi selanjutnya tentang riuh resah kata-kata, tidak terduga bahwa puisi kecil itu akhirnya menuai 2 komentar. 

Satu komentar pilihan yang tidak saya duga datang dari penulis Kompasiana, Widz Stoops, tulisnya, "saya sangat menikmatinya beserta hangatnya segelas kopi." 

Tidak pernah saya bayangkan bahwa ada seorang penulis yang membaca puisi dengan segelas kopi di tangannya. Kopi dan puisi bisa menjadi dua nama yang melahirkan gagasan-gagasan.

Gesa wasi ala Flores, lokal dan nasional

Sorotan topik pilihan Kompasiana menghantar saya pada ungkapan lokal terkait seleksi caleg di republik ini. Gesa wasi sebuah pendekatan lokal yang punya banyak wajah.

Ada wajah promosi diri, ada wajah untuk membangkit daya tarik, simpati. Artikel itu diberi label artikel utama, kaget juga sih. Ternyata yang lokal tidak selalu jelek ya. Malah bisa saja bahwa yang lokal punya keunikan sendiri.

Saya hanya mencoba membawa ungkapan lokal ke konteks lebih umum hanya atas dasar keyakinan bahwa di rumah ini kita belajar saling menghargai.

Gesa wasi bisa menjadi gagasan berbagi istilah lokal yang punya makna luas untuk konteks nasional. Apresiasi saya berikan untuk Kompasiana dan Timnya yang sudah punya keterbukaan ini.

Komentar menarik pada sesi tulisan ini datang dari penulis Kompasiana, Suprihati, tulisnya, "Wasi semata tidak mempan ya, pemilih kian cerdas. Kiranya caleg merawat kepercayaan pemilih."

Aksen tentang merawat kepercayaan pemilih itu menjadi poin yang sangat penting. Dan saya sangat senang bahwa poin itu ditegaskan lagi oleh penulis hebat Suprihati.

Kegentingan global ala Jokowi

Dari gagasan dan refleksi dalam tulisan ini, muncul seorang penulis Kompasiana yang sangat inspiratif menulis puisi setiap hari, Bambang Syairudin hadir dalam komentar dengan menggarisbawahi poin penting dalam tulisan saya,  "Jangan menghakimi negeri sendiri seakan yang paling terpuruk dari negara-negara lain."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun