Mohon tunggu...
Inosensius I. Sigaze
Inosensius I. Sigaze Mohon Tunggu... Lainnya - Membaca dunia dan berbagi

Mempelajari ilmu Filsafat dan Teologi, Politik, Pendidikan dan Dialog Budaya-Antaragama di Jerman, Founder of Suara Keheningan.org, Seelsorge und Sterbebegleitung dan Mitglied des Karmeliterordens der Provinz Indonesien | Email: inokarmel2023@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Ada 5 Cerita Paling Penting dari 365 Hari

31 Desember 2022   03:41 Diperbarui: 31 Desember 2022   19:44 800
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ada 5 cerita paling penting dari 365 hari |Dokumen pribadi oleh Ino.

4. Cerita tentang perpisahan dengan seseorang

Sesi kehidupan kita selama tahun 2022 sudah pasti mengalami momen perpisahan dengan seseorang, entah perpisahan dalam waktu tertentu, dan juga perpisahan untuk selama-lamanya.

Pertama dalam hidup saya, seorang ibu menelepon saya mengatakan bahwa tiga hari lagi dia akan meninggal dan karena itu ia membutuhkan satu momen untuk bertemu dan bercerita dengannya.

Oleh karena tiga hari itu, saya sangat sibuk, maka saya memintanya untuk menunda perjumpaan kami. Pertemuan itu sangat menegangkan, karena ibu itu positif Covid-19.

Dengan sadar saya datang ke rumahnya dan berbicara dengannya selama 4 jam tanpa masker. Perjumpaan itu sangat berkesan karena ia menunjukan sesuatu di bawah sadarnya. 

Ia berbicara tentang proyek masa depan kami di Flores nanti. Gagasan uniknya adalah bahwa ia menginginkan agar di masa tuanya bekerja di sebuah rumah biara dan bisa melakukan pekerjaan tangan. Lalu hasil kerjanya bisa dijual untuk orang-orang miskin. Ia bisa memasak dan lain sebagainya.

Ia punya kemampuan bahasa Inggris, Jerman, dan Italia karena suaminya (alm.) orang Italia. Cara berpikir yang sangat cerdas. Mula-mula ia terbaring lemas di atas sofa. Lalu, ia meminta supaya duduk minum bersama saya di sebuah meja.

Semua minuman dan kue disiapkan oleh putranya. Ibu itu hanya punya putra semata wayang. Tidak ada kecemasan, tidak rasa takut selama pembicaraan itu, yang terasa cuma bahwa dia masih punya harapan untuk sembuh dari kankernya yang sudah dideritanya sejak tahun 2012.

Dalam pertengahan percakapan kami, ia mengambilkan sebuah buku dan memberikan kepada saya. Buku itu sangat menyentuh hati saya, karena seakan buku itu telah menjadi rangkuman dari kehidupannya selama ini setelah 10 tahun menderita kanker.

"The Surrender Experiment, my journey into life's perfection" atau "Eksperimen Penyerahan, perjalananku menuju kesempurnaan hidup". Akhir dari pembicaraan kami selama 4 jam, ia meminta foto bersamanya.

Saya duduk di samping sambil memeluk di bahunya. Waktu itu, saya merasakan bahwa itu perjumpaan terakhir, sebuah perpisahan yang terakhir dan selamanya, foto terakhir.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun