Orang Flores kalau berbicara dengan orang lain dan orang yang lebih tua, tidak boleh lipat dan goyang kaki. Karena sikap seperti itu dianggap kurang sopan atau semacam tidak menghargai orang.
Ya, beda tempat, beda budaya dan adat istiadat. Di Jerman di mana saja orang bisa lipat kaki, sambil goyang juga tidak apa-apa. Bagi mereka yang penting otaknya jalan dan nalarnya waras.
Nah, itulah perbedaannya, momen koreksi menjadi begitu seru karena orang Flores menegur seorang Volunter senior yang sudah menganggap diri benar semua.Â
4. Presentasi: Pada momen itu, saya sudah menemukan hal-hal baik yang bisa menjadi bahan presentasi singkat saya pada saat itu. Presentasi singkat cuma untuk mengangkat poin-poin yang penting mulai dari awal sampai dengan proses koreksi.
Tema seperti tentang perhatian (Aufmerksamkeit) itu menjadi tema utama yang saya tekankan. Komunitas apa saja, jika tanpa perhatian dan kasih sayang, maka tidak akan bertahan lama.Â
Orang perlu punya cara pandang yang beda, bahwa dia yang dikoreksi itu adalah bagian dari dirinya yang lain pada waktu dan tempat yang lain. Jadi, orang perlu menghindari cara-cara seperti menghakimi, mengecam dan menuduh.
Dia yang berbeda dengan kamu saat ini, adalah cermin diri kamu sendiri.
5. Meditasi: Oleh karena outing itu berlangsung di pesisir pantai, maka saya meminta semua peserta untuk mengambil posisi menghadap laut dengan posisi yang disukainya sendiri.
Saat itu adalah saat untuk mendengar dan merenungkan sambil konfrontasi hidup dengan kenyataan laut. Hidup itu tidak selalu monoton, tetapi ada yang gelombang hidup.Â
Saya memandu mereka dengan kata-kata yang singkat dan sederhana. Tapi anehnya ketika itu ada seorang oma yang tiba-tiba nyeletuk, "ah gelombang cinta juga ada lho."
Saya melihat semua peserta menjadi tersenyum. Saya menerima situasi itu. Tidak harus bahwa meditasi itu menjadi saat orang melulu serius. Ya, orang perlu tersenyum.Â