Mohon tunggu...
Inosensius I. Sigaze
Inosensius I. Sigaze Mohon Tunggu... Lainnya - Membaca dunia dan berbagi

Mempelajari ilmu Filsafat dan Teologi, Politik, Pendidikan dan Dialog Budaya-Antaragama di Jerman, Founder of Suara Keheningan.org, Seelsorge und Sterbebegleitung dan Mitglied des Karmeliterordens der Provinz Indonesien | Email: inokarmel2023@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Bau Badan, Tata Krama Menyampaikan ala Jerman dan 3 Inspirasi Pesannya

22 November 2022   03:39 Diperbarui: 22 November 2022   05:11 726
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi bau badan (Sumber: Freepik)

Tujuan yang baik harus didukung dengan disposisi batin yang dalam dari totalitas hati yang murni sebagai saudara dan bukan sebagai orang lain | Ino Sigaze.

Tema tentang "Bau badan dan bagaimana cara menyampaikannya" adalah tema penting yang sering lupa dari perhatian banyak orang. Bahkan kebanyakan hanya berhenti dengan mengeluh saja dan tidak pernah mencari solusinya. 

Tentu saja tema itu sangat menarik karena ketika orang berjuang menemukan solusinya, maka orang akan berhadapan dengan bagaimana cara-cara praktis dan model pendekatan yang efektif.

Pendekatan yang efektif dalam arti ini sebenarnya mengandung arti bahwa cara penyampaian itu tidak membuat orang lain tersinggung, tetapi bisa menerima dengan senang hati.

Untuk sampai pada kualitas pendekatan yang efektif seperti itu, bagi saya itu tidak mudah. Nah, saya punya pengalaman di Jerman terkait tema bau badan.

Cerita singkat tentang bau badan setelah olahraga

Suatu sore di tahun 2018, saya baru saja berjalan kaki sendirian di pesisir sungai Rhein selama 45 menit. Setelah kembali, seorang teman cepat-cepat memberi saya telpon rumah karena dia harus buru-buru pergi.

Tanpa pikir panjang saya mengambil alih tugas itu, meskipun waktu itu belum mandi. Tidak lama kemudian, bel pintu utama rumah berdering. Ya, mau gak mau saya ke sana untuk membuka itu.

Eh ternyata yang datang adalah seorang teman serumah juga yang kebetulan dia lupa membawa kunci. Saya menerima dia dan sempat kami bercerita.

Beberapa menit kemudian, kami berhenti berbicara karena ada acara lain yang perlu kami lakukan. Saya buru-buru ke kamar untuk mandi dan seterusnya ke ruangan acara bersama kami.

Satu hal yang saya tidak perhatikan bahwa saya lupa, ternyata saya mengenakan jaket yang sama yang dipakai saat jalan kaki barusan. 

Ya, begitulah cerita jalan kaki pada musim dingin di Jerman. Rupanya ada aroma tidak sedap yang masih lengket di badan.

Ilustrasi Bau Badan. (Kompas.com/Wisnubrata)
Ilustrasi Bau Badan. (Kompas.com/Wisnubrata)
Ketika makan malam, teman saya itu duduk di samping saya. Dan ia berdiri begitu dekat dengan saya. Ia tampak begitu akrab dan ramah, seperti merangkul saya.

Lalu pelan-pelan dia katakan, "Nanti saya beri kamu satu hadiah." 

Saya lalu begitu penasaran, sambil bertanya, "Hadiah apa ya?" Dia lalu membisik di telinga saya, bahwa dia akan memberikan saya parfum. 

Saya hanya mengatakan, terima kasih kepadanya. Ternyata pada bungkusan itu, bukan hanya parfum, tetapi ada satu botol kecil dengan tulisan: Balea Men, fresh anti transpirant, 48h schützt, effektiv & erfrischt.

Ternyata fungsinya jelas untuk obat ketek, hahahaha biar wangi gitu. Oh saya lalu bertanya, kenapa ya, kok bisa dia beri itu sih. 

Keesokan harinya, dia mendekati saya lagi, dan dia mengatakan, "Wow baunya wangi lho." Woh ternyata orang Jerman bisa begitu lembut dalam cara menyampaikan pesan.

Hahaha saya akhirnya mengerti ternyata dia punya usaha dan pendekatan (sich nähern) yang efektif untuk mengatasi bau badan saya. Duh.... terima kasih ya. 

Bau badan dan cara pendekatan yang efektif

Berangkat dari tema sorotan Kompasiana ini, saya akhirnya punya gagasan tentang betapa pentingnya cara pendekatan untuk menyampaikan sesuatu yang tidak enak pada orang lain.

Cerita sederhana di atas, bagi saya ternyata punya pesan yang penting. Ada 3 pesan yang bisa saya angkat di dalam tulisan ini:

1. Disposisi batin dan persaudaraan

Cara menyampaikan sesuatu kepada orang lain apalagi berkaitan dengan kekurangannya gak mudah bukan? 

Ya, orang perlu memperhatikan rasa persaudaraan. Orang yang mau diberitahu itu harus ditempatkan sebagai saudara saya sendiri, dengan itu disposisi batin akan menjadi otomatis ramah dan dekat.

Sebaliknya tanpa disposisi batin yang berakar pada rasa persaudaraan, apapun itu tujuannya, maka akan disalah paham, bahkan bisa saja sama sekali tidak diterima dengan baik.

Sekecil apapun konsep berpikir yang positif dan disposisi batin yang baik pasti akan selalu membantu kita sebelum menyampaikan sesuatu kekurangan pada orang lain. Coba saja, kalau masih ragu.

2. Kado sebagai instrumen penyampaian pesan

Sebelumnya saya memang tidak terlalu menyadari seberapa penting arti dari sebuah kado (Geschenk). Ternyata kado itu sendiri punya bahasa dan pesan sendiri. 

Uniknya bahwa bahasa dan pesannya jauh lebih dalam dari apa yang tertulis. Orang mungkin hanya menulis "Ini hanya kado kecil di hari ulang tahunmu". Tapi isi dari kado itu sebenarnya sudah punya pesan sendiri.

Tentu saja, pesannya macam-macam ada berupa sebuah harapan, ada juga pesan motivasi dan lain sebagainya. 

Setiap kali saya melihat botol fresh anti transpirant, saya jadi ingat kisah teman saya yang berjuang dengan cerdas untuk mengubah saya.

3. Empati yang dalam dari "sebuah rangkulan"

Saya membayangkan bahwa betapa besar perjuangan teman saya yang berusaha merangkul saya, padahal saat itu dalam posisi badan bau ketek hehehe.

Dari situ saya merasakan betapa kedalaman empatinya untuk mengubah saya. Sekali lagi untuk mengubah dan tidak untuk mempermalukan saya. Tentu berbeda dengan tujuan untuk mempermalukan.

Kalau yang bertujuan mempermalukan, ia bisa saja sejenak rangkul, lalu menarik mundur dan mengatakan, "Duh...badan kamu sih bau banget lho." Coba perhatikan terasa sekali bedanya.

Nah, itulah yang penting diperhatikan bahwa tujuan yang baik harus didukung dengan empati yang dalam, sehingga bias dari apa yang mau disampaikan itu ditangkap oleh penerima.

Tentu saja memberi empati tidak harus dilihat orang. Hal ini karena nilai dari empati itu harus muncul dari dalam hati dan asli atau tidak dibuat-buat.

Kalau hanya sekedar semacam sensasi, maka tujuan yang mulia itu akan buyar, bahkan orang akan membenci seakan cuma berniat untuk mempermalukannya.

Jadi, lakukan itu dengan totalitas hati dan tanpa perlu di depan orang. Kesendirian yang intensif dengan maksud hati yang murni pasti punya impact yang positif.

Salam berbagi, ino, 22.11.2022.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun