Hingga pada akhirnya, Titus Brandsma ditangkap dan dipenjarakan hingga dihukum secara sadis di kamar gas di Dachau.Â
 4. Perjuangan melawan Fake News
Perjuangan dan keberaniannya melawan Fake News atau hoax menjadi titik klimaks yang tetap relevan sepanjang zaman. Jurnalis dan kepentingan mengungkapkan kebenaran di dunia ini pada prinsipnya merupakan dua hal yang tidak terpisahkan.Â
 Bahkan saya bisa mengatakan, kapanpun dan dimanapun jurnalis itu hidup, ia perlu tetap berpegang pada prinsip kebenaran pemberitaan. Tanpa seorang jurnalis pemberani seperti Titus Brandsma, maka kebohongan dan manipulasi terhadap nilai-nilai kemanusiaan bisa saja tidak akan berakhir.
 Jurnalis pemberani tentu saja bisa menghentikan langka kekerasan dan pergerakan membela hak asasi manusia pada puncaknya akan berakhir dengan cerita tentang kematian. Ya, ia mati sebagai martir dalam konteks Gereja Katolik, tetapi tentu saja untuk dunia umumnya, siapa saja yang berjuang mati-matian untuk kemanusiaan, pasti akan dihormati. Tidak ada yang sia-sia dari titik-titik perjuangan kemanusiaan dan pejuang kebenaran.
 5. Titus Brandsma menjadi kudus melalui tulisannyaÂ
Bukan karena saya suka menulis dan bukan untuk menghibur teman-teman penulis Kompasiana lainnya, pilihan kita menjadi penulis adalah pilihan yang baik.
Apalagi dalam konteks dunia informasi digital yang punya ruang hoaks yang masiv ini, penulis tentu punya peran penting untuk menulis tentang kenyataan dunia yang terkait dengan kebenaran dan nilai-nilai kehidupan.
Dalam semangatnya untuk mengkampanyekan perlawanan terhadap Hoaks pada masa itu, saya melihat ada 3 fenomena hoaks yang relevan sampai saat ini:
1. Hoaks kekuasaan
Titus Brandsma menunjukkan dengan jelas melalui hidupnya. Hoaks kekuasaan Nazi pada masa itu memang harus diberitakan agar dunia tahu dan harus melawan dan menekannya.Â