Saat itu hanya ada gambaran dan keraguan, sampai kapan kami terus bekerja meminta-minta seperti itu? Kami harus juga bisa memberi dengan cara kami. Kami memberi dengan rasa dan kreativitas, maka kami akan merasa pantas dihargai walaupun cuma seribu rupiah.
Saat itu, gagasan tentang pembentukan kelompok teater Vigilance semakin kuat. Tema-tema tentang kewaspadaan itu yang kami bawa dalam kreasi teater sederhana kami pada saat itu.
Ya, memberi pesan sederhana kepada masyarakat untuk tidak melupakan kepedulian kepada pendidikan anak, mempertanyakan kenyataan perjudian, dan juga tentang narasi-narasi kesusahan anak-anak yatim yang merindukan pendidikan.
3. Kewaspadaan yang menghasilkan uang untuk mendukung pendidikan
Tema pertama waktu itu dengan judul "The Vigilance" dengan gagasan bagaimana seorang yang sedang menapaki jalan panggilannya menjadi pastor, lalu berjumpa dengan seorang perempuan yang mencintainya.
Perempuan itu punya segalanya, punya uang, lalu cantik luar biasa, lucu, jiwa seniman. Bahkan punya janji-janji segunung, akan bekerja sebagai ini dan nanti bersama dengannya.
Meskipun begitu, frater itu sedang bergulat menentukan keputusan jalan hidupnya. Jeritan kewaspadaan dalam nalar dan batinnya begitu kencang.
Waspadalah, waspadalah....ya menjadi kritis dan bijak itu tidak mudah. Banyak orang tergiur dengan harta dan kecantikan. Tapi, sampai kapan? Pendidikan tetap menjadi prioritas utama.
Begitulah kira-kira pesan teater Vigilance pada penampilan pertama saat itu, bukan ajakan untuk anti perempuan, tetapi lebih mengajak untuk bijak bersikap dan waspada terhadap tawaran-tawaran yang belum tentu membawa orang ke jalan kebahagiaan, bahkan memotivasi supaya pendidikan tetap menjadi prioritas anak-anak muda.
Saya masih ingat ruangan aula yang berukuran sebesar 15 x 60 m kurang lebih dipadati oleh penonton. Seorang teman menyiapkan kotak kosong, siapa tahu ada orang yang mau memberi seribu rupiah.
Acara belum mulai, tetapi kotak kosong itu sudah mulai terisi. Jantungku berdebar, bisikan halus pun datang, "waspada!" Padahal kami tidak meminta.