Mohon tunggu...
Inosensius I. Sigaze
Inosensius I. Sigaze Mohon Tunggu... Lainnya - Membaca dunia dan berbagi

Mempelajari ilmu Filsafat dan Teologi, Politik, Pendidikan dan Dialog Budaya-Antaragama di Jerman, Founder of Suara Keheningan.org, Seelsorge und Sterbebegleitung dan Mitglied des Karmeliterordens der Provinz Indonesien | Email: inokarmel2023@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Hobby Artikel Utama

Teater The Vigilance: Ada Kata, Estetika, Rasa, dan Peduli pada Pendidikan

26 Maret 2022   19:50 Diperbarui: 29 Maret 2022   05:11 869
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Teater The Vigilance: Ada kata, estetika, rasa dan peduli pada pendidikan | Dokumen pribadi oleh Ino

Pada tahun 2006 Flores umumnya dan Maumere khususnya sedang diguncang teknologi komunikasi. Tahun-tahun awal orang Flores mengenal HP, seperti Nokia kuno, sony ericsson. Masa itu belum banyak punya HP kamera yang bagus.

Konteks pertama mengenal teknologi komunikasi saat itu menyeret banyak orang pada kebiasaan (habitus) hidup baru. Banyak orang merasa puas kalau dia bisa mengenal banyak orang lain selain di rumahnya.

Ada kebanggaan kalau bisa menerima telpon dari seseorang, meskipun ia tidak mengenal orang itu. Apalagi suara perempuan, nyasar pun senang. Semuanya dianggap baik dan cantik-cantik, meski belum melihatnya.

Suara lain, kontak dengan orang lain sontak jadi idola zaman saat itu. Ternyata, dalam perjalanan waktu ritme kehidupan yang diseret teknologi komunikasi itu melahirkan ungkapan seperti ini: "Seram kedalam, ramah ke luar." (kata-kata dari seorang teman asal Timor Leste).

Ungkapan itu berangkat dari kenyataan ini, orang lebih suka membangun komunikasi dengan orang lain, daripada dengan orang yang terdekat dan hidup bersama dengannya. Orang bisa saja terdengar begitu ramah dengan orang lain melalui sambungan telepon, daripada ramah dengan orang yang ada di depan matanya.

Refleksi saya pada saat itu, konteks seperti itulah yang menjadikan peringatan "waspadalah" menjadi sangat relevan. Waspadalah supaya kemajuan teknologi komunikasi tidak menjadikan kita seram dengan orang yang dekat dengan kita dan tidak hanya ramah dengan orang baru yang jauh dari kita.

2. Konsep tentang mencari dana dengan mengulurkan tangan

Pada saat itu, saya pernah menjadi ketua kelompok sosial yang membiayai anak-anak SMP dan SMA yang punya kemampuan akademis bagus, namun orangtua mereka terbatas secara finansial.

Kami tergabung dalam satu kelompok dengan nama "sosial ekonomi atau Sosek" dengan tugas, setiap hari libur berkeliaran di kota Maumere seperti blusukan mengunjungi keluarga-keluarga untuk meminta bantuan dana pendidikan anak-anak itu.

Berjalan kaki di tengah panasnya kota Maumere, lalu memperoleh pemberian mulai dari 1000 sampai 5000 rupiah. Dana itu kami kumpulkan bersama untuk membiayai pendidikan anak-anak itu.

Bagi saya konteks itu sangat relevan. Banyak orang merasa punya banyak uang, tetapi tidak bisa memberi dan berbagi kepada orang lain yang membutuhkan. Waspada! 

Banyak orang malu memberi kalau hanya 1000 rupiah uangnya. Nah, dia tidak tahu bahwa dari 1000 rupiah yang kami kumpulkan itu, sudah ada beberapa yang bekerja di pelayaran, di rumah sakit sebagai perawat, menjadi guru dan bahkan menjadi biarawati yang punya tugas misi di luar negeri. Lagi-lagi waspada!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun