Mohon tunggu...
Inosensius I. Sigaze
Inosensius I. Sigaze Mohon Tunggu... Lainnya - Membaca dunia dan berbagi

Mempelajari ilmu Filsafat dan Teologi, Politik, Pendidikan dan Dialog Budaya-Antaragama di Jerman, Founder of Suara Keheningan.org, Seelsorge und Sterbebegleitung dan Mitglied des Karmeliterordens der Provinz Indonesien | Email: inokarmel2023@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Buah Kuwu dan Percikan Edukasi tentang Spiritualitas Kehidupan

8 Maret 2022   12:20 Diperbarui: 9 Maret 2022   08:10 3048
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bangsa kita membutuhkan spiritualitas kehidupan bersama yang secara baru menyentuh hubungan manusia, alam, peradaban kita sendiri dan kekayaan karya sang Pencipta.

Buah kuwu barangkali belum banyak dikenal orang. Bisa saja buah ini ada di pulau-pulau lain selain Flores, namun saya yakin belum banyak tahu bahwa buah itu bisa dimakan.

Di Flores, khususnya di wilayah Kabupaten Ende, tumbuhan kuwu itu hidup sebagai tumbuhan liar di hutan. Sebagai tumbuhan liar, ya, bisa tumbuh di mana saja. 

Meskipun demikian, kuwu umumnya tumbuh bersamaan dengan tumbuhnya hutan bambu, kopi, pohon dadap. Ya, itu yang sejauh saya pernah lihat, bisa juga bersamaan dengan tumbuhan lainnya.

Mengapa kuwu tumbuh bersama yang lain?

Bisa dikatakan satu keunikan dari tumbuhan kuwu itu adalah ia tidak bisa tumbuh sendiri atau berdiri sendiri tanpa tumbuhan lainnya. 

Bahkan kalau diperhatikan, kuwu menjadi berkembang dan berbuah ketika ada tumbuhan lain yang bersahabat dengannya, maka ia berkembang semakin ke tempat yang tinggi.

Tampak sepertinya kuwu punya filosofinya sendiri. Filosofi dari dunia alam tumbuhan yang terbuka pada manusia, bagaimana bisa memaknai cara hidup dan cara tumbuh dan berbuahnya.

Ya, nama buah itu kuwu, sebenarnya karena nama dari tumbuhan itu adalah kuwu dalam sebutan bahasa Ende. Kuwu adalah sejenis tumbuhan yang menjalar, namun ia tidak menjalar di atas tanah, tetapi menjalar pada pohon-pohon lainnya.

Sayang sekali saya sudah mengusahakan foto tumbuhan kuwu itu, tetapi sampai saat ini, saya belum bisa mendapatkannya dan kemungkinkan daun-daunnya sedang berguguran, sehingga yang ada cuma ranting yang meranggas.

Sebagai tumbuhan meranggas, kuwu punya ranting yang sangat panjang dan tinggi memanjat pada pohon dan dahan-dahan. Apalagi kalau tumbuh bersamaan dengan hutan bambu, maka pada bambu bisa dilihat seperti ada suatu hiasan.

Hiasan alam itu sangat indah oleh karena buah-buah kuwu yang bergantungan pada batang bambu, bahkan kekuning-kuningan dan berwarna merah muda.

Kuwu dan kepuasan batin anak-anak

Masa sekolah dasar (SD) itu masa suka coba-coba. Saya masih ingat waktu itu saat pulang dari sekolah. Saat itu, kami mengambil batu-batu kecil dan menguji kejituan untuk mendapatkan buah kuwu dari pohon bambu.

Siapa yang bisa melempar dengan batu dan mengenai buah kuwu, maka ia pasti bersorak riang. Tentu kepuasan tersendiri jika mengenai buahnya dan jatuh. Keuntungan ganda sudah menanti, yakni sebagai pemenang dan juga nantinya akan bisa dimakan bersama teman-teman.

Masa kecil waktu itu merasakan bagaimana yang namanya kepuasan batin. Kepuasan batin seorang anak ketika bisa meraih yang tinggi hingga bisa berguna untuk dinikmati bersama teman-teman. 

Sebuah kisah kecil yang masih terkenang hingga kini.

Ya, terasa bahwa ada satu proses edukasi yang tidak kami sadar, tetapi berjalan bersama dengan lingkungan, tumbuh-tumbuhan dan alam. Pada masa itu, kami telah belajar mengalami kepuasan batin.

Suatu kepuasan batin yang diperoleh ketika berkonsentrasi pada tujuan yang ingin dicapai. Di sana terasa pula ada feeling dalam menakar sesuatu.

Kuwu dan ranting perekat yang menyatukan

Kuwu adalah tumbuhan meranggas yang sangat mirip dengan sejenis labu, namun warna daun-daunnya lebih putih keabu-abuan. Warna buah memang tampak mirip sekali dengan sejenis labu hutan. 

Perbedaan yang sangat mencolok adalah pada buahnya. Buah kuwu tidak bisa dimakan, kecuali biji dalamnya. Meskipun demikian, jenis tumbuhannya tetap saja bisa dikategorikan jenis tumbuhan merambat yang menjalar pada pohon dan bambu.

Kuwu tumbuh merambat secara sangat perlahan, namun setiap mengeluarkan pucuk baru, di sana selalu ada seperti ranting kecil yang berfungsi mengikat pada sandarannya.

Kekuatannya sebenarnya terletak pada kemampuannya mengikat diri pada apa yang menjadi sandarannya. Ia begitu menyatu dengan pohon dan bambu, sehingga jika diterpa angin, maka kuwu akan mengikuti arah pohon dan bambu itu.

Pada setiap buku yang berjarak sekitar setiap 30 cm akan dikeluarkan dua ranting sebagai tali pengikat yang membalut dan lengket pada pohon dan bambu. 

Rupanya pada ranting muda itu ada zat perekat yang menyatukannya dengan yang lainnya. Sebegitu menyatunya ranting kuwu pada pohon dan bambu itu, sampai-sampai jika pohon itu tumbang, maka kuwu pun ikut dan tetap saja lengket pada batang pohon. 

Proses pengolahan kuwu

Buah kuwu dan pengolahannya menjadi bahan makanan ternyata sangat sederhana. Penting untuk diketahui bahwa buah kuwu punya lapisan seperti daging alpukat, namun pada kuwu terasa jauh lebih keras.

Bagian isinya itu tidak lain berfungsi untuk membungkus biji dalamnya. Daging pembungkus itu sama sekali tidak punya fungsi apa-apa. 

Bagian yang dimakan adalah biji dalam dari buah kuwu, seperti pada gambar yang terlihat sedikit hitam itu. Akan tetapi, pada biji itu ada lagi selaput yang lengket kuat sekali pada kulit bijinya.

Selaput itu sangat licin dan sulit sekali untuk membersihkannya tanpa material lain sebagai sarana bantunya. Oleh karena itu, umumnya masyarakat di sana menggunakan abu dapur sebagai zat pembersih selaput dalam yang membungkus biji kuwu.

Prosesnya sederhana, orang hanya perlu menabur pada biji-biji kuwu itu dengan abu dapur, selanjutnya diremas, maka dengan sendirinya selaput itu akan dengan mudah dikeluarkan dari biji dalamnya.

Nah, selanjutnya, biji-biji kuwu itu dibersihkan dengan air sampai tidak ada abu lagi. Oleh karena itu, bisa saja dibersihkan 2 kali supaya benar-benar bersih dari debu dan abu dapur.

Proses selanjutnya adalah orang hanya membutuhkan satu wadas entah dari tanah atau aluminium yang dipanaskan pada yang api secukupnya, kemudian biji kuwu digoreng atau disangrai yang dicampur dengan sedikit garam.

Rasanya adalah manis dan gurih, renyah. Memang enak sekali biji kuwu itu untuk menemani kebersamaan misalnya di pantai atau duduk menonton bola dan lain sebagainya.

Membudidayakan kuwu sebagai peluang UMKM di desa

Sebenarnya jika pemerintah membicarakan UMKM, maka tema tentang membudidayakan makanan khas itu menjadi topik relevan yang perlu mendapat perhatian.

Cuma sayang sekali tidak banyak orang tertarik untuk membudidayakannya sehingga menjadi makanan khas Flores. Nah, saya jadi ingat tentang makanan ringan di Jerman saat duduk cerita bersama dengan teman-teman, ada banyak sekali makanan unik yang dihidangkan pada saat itu.

Nah, mengapa peluang itu tidak digunakan? Pertanyaan ini tentu untuk memotivasi masyarakat Flores umumnya dan masyarakat Ende khususnya supaya memperkenalkannya.

Lebih dari sekadar memperkenalkannya sebetulnya makanan khas seperti itu bisa menjadi suatu potensi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Terasa sekali bahwa masih ada banyak sekali peluang UMKM di desa-desa yang dapat meningkatkan ekonomi dan pendapatan masyarakat.

Kendala yang mungkin saja, mengapa masyarakat akhirnya tidak bergairah untuk membudidayakannya, bisa saja oleh karena tidak adanya daya gerak dari pemerintah daerah. 

Andaikan saja, ada program dari pemerintah untuk menunjukkan makanan khas wilayah masing-masing dan bahkan akan diberikan penghargaan bagi mereka yang mau memperkenalkannya, maka sangat mungkin banyak yang tergerak hati.

Selain itu seandainya saja bahan-bahan makanan itu semakin dikenal luas dan dibutuhkan, maka gairan petani desa akan semakin bertumbuh untuk mengusahakannya. 

Nah, berbanding terbalik, jika pemerintah daerah tidak punya gairah dan ketertarikan (Interesse) untuk pengembangan produk lokal yang khas, maka tetap saja tidak ada semangat dan tanda-tanda perkembangan yang bisa diharapkan.

Kuwu dan spiritualitas kehidupan

Beberapa point ulasan di atas menyadarkan saya pertama-tama tentang pesan spiritualitas atau pesan tentang cara hidup manusia dari tumbuhan kuwu itu sendiri. 

Ada beberapa yang bisa saya tangkap:

1. Kuwu adalah sejenis tumbuhan yang mengajarkan bagaimana bisa hidup bersama orang lain yang berbeda

Indonesia saat ini penuh dengan gejolak protes tentang diksi yang berbeda. Apapun maksud baik seseorang, tetapi jika itu berbeda dari diksi kelompok dan kepentingannya, maka semuanya akan dilihat dengan sudut pandang pertentangan.

Belum lagi sebagian masyarakat Indonesia saat ini larut dengan provokasi pelentiran ungkapan dan kalimat-kalimat para pejabat. 

Berangkat dari salah paham, kemudian menghubungkan dengan segala sesuatu yang tidak punya pesan damai, toleransi dan persatuan, maka yang terlihat cuma nafas kerusuhan, ancaman dan lain sebagainya.

Mengapa kita tidak melihat peran penting dari kehadiran orang lain?

Tumbuhan kuwu tentu tidak bisa menjalar tinggi dan berbuah, bahkan buahnya tidak akan dilihat orang jika tidak menyatukan dirinya dengan pohon dan bambu misalnya.

Perpecahan mulai terjadi, justru karena mata manusia semakin buta melihat kebaikan orang lain, bahkan karena ia buta melihat kebaikan saudaranya sendiri.

2. Kuwu menghasilkan buah yang memberikan kepuasan batin anak-anak

Hari-hari ini, saya menyaksikan banyak sekali pergulatan dunia yang semakin tidak tenang (unruhig). Dunia saat ini seperti sedang dilanda bencana kemanusiaan yang begitu dahsyat.

Kalau bukan perang, pasti ancaman dan makian, protes, penghinaan, penodaan agama dan lain sebagainya. Kalau orang-orang dewasa seperti itu umumnya, ya mau ke mana anak-anak yang adalah generasi masa depan bangsa ini?

Di mana letak kepuasan batin mereka, kalau tanpa ada edukasi yang tenang, damai dan toleransi yang dilandasi oleh sikap saling menghormati? Sayang sekali, hiruk pikuk di kota berkutat soal ucapan yang sebenarnya hasil pelentiran sepihak, orang-orang yang tidak bertanggung jawab, yang cuma ingin ricuh dan rusuh negeri ini. 

Kepuasan batin anak-anak, situasi yang kondusif dalam menciptakan atmosfir belajar yang damai pasti jauh lebih penting dari pada berurusan dengan saling menghakimi.

Kuwu adalah tumbuhan kecil yang mengajarkan pola edukasi dengan akses pada kepuasan dan kebersamaan anak-anak. Itu kenangan dan sekaligus inspirasi untuk manusia zaman sekarang membangun hubungan harmonis manusia dan alam.

3. Bangsa ini membutuhkan ranting perekat yang menyatukan kita sebagai anak bangsa

Perekat kehidupan kita sebagai bangsa semestinya muncul dari kesadaran bahwa kita semua adalah saudara. Kita semua orang Indonesia, yang pernah terpuruk karena dijajah, namun bangkit dan berkembang hingga sekarang karena kita menjunjung tinggi UUD 1945 dan Pancasila.

Kita punya sejarah yang sama, punya satu bahasa, bahasa Indonesia dan masih banyak sekali kesamaan yang kita miliki. Kita sebenarnya tidak punya alasan untuk hidup di dalam perpecahan. 

Ibarat tumbuhan kuwu logikanya akan menjadi seperti ini, 

"Jika kamu mau hidup, berkembang dan berbuah, peluklah kuat pohon (UUD 1945, keutuhan NKRI) dan bambu perjuangan mempertahankan (Pancasila) ini, satukan dirimu dengan prinsip-prinsip bangsa ini, maka kamu tidak akan terpisah dan menjadi kering tidak berbuah."

4. Berhenti saling menuding, tetapi berjuang untuk membersihkan diri

Cara sederhana membersihkan biji kuwu dengan menggunakan abu, bisa juga menjadi inspirasi tentang spiritualitas yang menyadarkan manusia tentang kefanaannya dirinya.

Abu tidak berguna dan terasa begitu penting, jika tidak ada biji kuwu yang licin. Dalam konteks tulisan ini, sebetulnya abu baru berguna ketika dipakai manusia untuk membersihkan yang lain sehingga bisa dimakan oleh kebanyakan orang.

Ibarat seperti biji kuwu, tidak akan bisa dipakai sebagai bahan makanan, jika tidak pernah dibersihkan dengan abu atau jika tidak membiarkan diri dibersihkan dengan abu.

Abu kesadaran manusia itu penting untuk melihat hubungan sebab akibat dalam hidup ini. 

Pada prinsipnya, berjuang untuk menjadi bersih sehingga layak dinikmati dan berguna bagi orang lain akan jauh lebih penting daripada menjadi abu yang terbang tidak teratur lalu mengotori semua yang lainnya.

Demikian, ulasan kecil tentang tumbuhan kuwu yang hidup di Ende, Flores dan bijinya bisa dimakan dengan cita rasa manis serta gurih. Cerita dan kenyataan kuwu dalam konfrontasi dengan kenyataan bangsa saat ini akhirnya merujuk pada spiritualitas kehidupan bersama sebagai bangsa. 

Ya, sebuah usaha untuk mengaktualkan pesan hening dari tumbuhan liar di hutan Flores ke dalam kerangka hubungan manusia dan tumbuhan, bumi dan alam semesta ini dengan aksen pesan dan makna yang menjadikan lebih ramah pada sesamanya, pada bumi dan alam sekitarnya. 

Saatnya karya ciptaan berbicara dalam sepi mengajarkan manusia tentang hidup dalam damai, saling mengikat hubungan yang harmonis, bertumbuh dan berbuah yang baik bagi dunia dan manusia.

Salam berbagi, ino 8.03.2022.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun