Tanggal tua bagi mereka mungkin menjadi lebih singkat, ya bisa seperti akhir pekan, hanya karena hari pasarnya adalah hari Senin. Akan tetapi, kenyataan menunjukkan bahwa hidup mereka sebetulnya tidak cukup umum mengenal tanggal tua.
Petani desa yang kreatif sama sekali tidak mengenal tanggal tua?
Poin ketiga ini memang sangat menantang dan bisa jadi sangat diragukan kebenarannya, namun ini berangkat dari kenyataan yang pernah saya saksikan sendiri. Saya ingat kisah seorang petani desa yang kreatif membuat kebun sayur di desa.
Pengusaha sayur bisa menjual sayur setiap hari dan tahu gak berapa hasil dalam sekali jual? Anak sekolah saja yang menjual sayur sekali pergi dengan menggunakan motor sudah bisa memperoleh uang sebesar 250.000 dalam waktu dua jam.
Orang besar misalnya tergantung dari kesanggupan membawa muatan. Pernah dalam sekali jualan sudah mencapai angka berkisar antara 800.000-1.200.000.Â
Katakan saja dalam seminggu dua kali jual, maka pemasukan sudah mencapai 1.600.000-2.400.000. Artinya dalam sebulan pemasukannya mencapai angka antara 6.400.000 - 9.600.000. Ya, bisa dikatakan perolehan rata-rata  lima juta saja sudah luar biasa lho untuk hidup di desa.Â
Ini bukan rekaan, tetap kenyataan yang pernah ada dan saya menyaksikannya sendiri. Dari perhitungan itu, saya percaya bahwa petani yang kreatif tidak akan pernah mengenal tanggal tua.
Krisis cara pengelolaan keuangan
Kreativitas dan keragaman usaha petani tidak bisa menjadi jaminan otomatis untuk memperoleh keadaan mapan secara ekonomi. Salah satu kendala yang sering diterima begitu saja adalah terkait krisis cara pengelolaan keuangan.Â
Bukan soal bahwa mereka menerima begitu saja, terkesan bahwa kadang mereka tidak menyadari bahwa mereka tidak mahir mengatur keuangan dari hasil kerja mereka yang berlimpah-limpah.