Belajar dari senior itu memang benar dan baik, tetapi lebih baik jika kesadaran itu tumbuh sendiri dari orang baru atau junior dan bukan karena paksaan dari para senior.
Dari konsep seperti itu, sebenarnya terlihat jelas sekali bahwa teman kerja yang senior tidak berlagak angkuh dan mengandalkan senioritasnya, tetapi memberi ruang kebebasan berkreasi sendiri sebagai orang baru atau junior.
Bahkan bagi senior, jika junior tidak bertanya pun, bagi mereka itu berarti tidak masalah. Dan jika yang junior berkreasi, maka hal itu sebaiknya didukung dan dianggap baik.
Nah, tentu berbeda dengan mentalitas pekerja senior di tempat lain, yang mana sering ditemukan bahwa para junior tidak boleh melakukan sesuatu yang baru tanpa konfirmasi dan restu dari para senior.
Ya, jika seperti itu, maka senioritas itu dipakai sebagai instrumen untuk menegaskan superioritas tertentu.Â
Supremasi kekuasaan di tempat kerja seperti itu, tentu bukanlah hal yang sehat dan baik.
2. Inisiatif membangun komunikasi: Dialog dan perjumpaan (Dialog und Begegnung)
Senior mengajak junior untuk berbicara bersama dan mendengarkan pendapat masing-masing, sehingga yang junior tidak menemukan kesan bahwa para seniornya menggurui.
Mentalitas positif seperti suka berdiskusi dan saling memberikan pendapat merupakan merupakan cara terbaik, agar senioritas dan superioritas itu tidak mendapat tempat dalam lingkup kerja sampai orang melupakan prinsip keteladanan dan tanggung jawab.
Komunikasi kesetaraan itu sangat terlihat dalam dialog, bahkan perlakuan senior mengikuti tata krama formal dengan panggilan formal (Sie dan bukan du). Sedangkan yang sudah lama saling mengenal, disapa dengan akrab menggunakan nama masing-masing.
Jelas, terlihat bahwa senioritas tidak menjadi hal yang utama terkait kelayakan mengungkapkan pendapat.Â