Apa jadinya jika punya niat sebagai mediator, tetapi hanya bisa pegang tangan salah satunya. Bahkan bukan cuma pegang tangan salah satunya saja, tetapi kita beri "batu" untuknya.Â
Semua cita-cita dan harapan untuk penyelesaian perselisihan tidak akan tercapai dengan baik, tanpa dua hal ini:
1. Tanpa kunjungan kekeluargaan dengan pendekatan "masuk ke dalam rumahnya." Bisa juga sih kalau kita beri nama jika tanpa silaturahmi.Â
2. Tanpa pernah berpegang tangan dengan hati yang penuh ketenangan.
Tantangan terberat adalah apakah mungkin pihak yang prihatin dan peduli dengan persoalan orang lain itu masuk ke dalam pergulatan dan cara pandang tentang kunjungan kekeluargaan yang disertai dengan keramahtamahan.
Apakah mungkin pihak mediator tetap bersikap netral dengan visi yang tulus menggandeng tangan-tangan yang berselisih untuk membagikan energi kedamaian dengan tulus dan benar?
Demikian ulasan kecil dari pengalaman konkret saya. Tentu solusi dan pendekatan dalam setiap persoalan yang kita hadapi bisa berbeda-beda. Dua pengalaman itu cuma mengajarkan hal-hal yang sederhana untuk damai dan pemulihan hubungan.
Ternyata begitu sederhana cara mengubah suasana keruh dalam kehidupan sehari-hari kita. Namun, mungkin belum bisa sederhana untuk melakukannya dengan hati tulus seperti yang dibayangkan.Â
Mungkin kita perlu berbagi dari cara dan pengalaman kita masing-masing, bagaimana mengubah selisih menjadi damai.
Salam berbagi, ino, 21.05.2021.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H