Mohon tunggu...
La Iwang (Semesta Wadagiang)
La Iwang (Semesta Wadagiang) Mohon Tunggu... Editor - Apa jadinya andai fikiran orang-orang dulu itu tak di bukukan?

Aku hanya belajar untuk bisa terus belajar. Belajar dari mereka, belajar dari kalian semua........

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sesuatu di Masjid Tambang

30 Desember 2024   12:12 Diperbarui: 30 Desember 2024   12:12 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto bersama dengan Rombongan Tour Mining Ponpes Darul Arqam Ponre Waru di depan Masjid Al-Fath PT Ceria Nugraha Indotama

Pagi itu, langit Blok Lapao-pao melukis dirinya dalam gradasi biru yang memikat. Aulia, Nabila, dan Fadhil berdiri di depan Aula Manado VIP PT Ceria Nugraha Indotama. Mereka adalah siswa dari Madrasah Aliyah Darul Arqam Ponre Waru, 3 orang dari 27 lainnya untuk sebuah perjalanan yang akan mengubah cara mereka memandang dunia. Hari itu Departemen perusahaan mengundang mereka untuk tour keliling kawasan pertambangan miliknya..

Aulia, dengan senyum cerah dan mata berbinar, tak mampu menyembunyikan rasa kagumnya. Nabila, yang lebih pendiam, menggenggam erat tas kecilnya sambil mencatat apa pun yang ia lihat. Fadhil, si pemimpi besar, berdiri gagah dengan rasa penasaran yang membuncah.

"Kita benar-benar di sini," gumam Aulia, hampir seperti berbicara pada dirinya sendiri.

"Iya," jawab Fadhil, matanya tak lepas dari hamparan luas area perusahaan. "Kita akan belajar banyak hari ini."

Mereka melangkah masuk ke area smelter, dipandu oleh seorang karyawan ramah yang menjelaskan setiap detail. Aulia terpesona oleh teknologi penyaringan debu yang dipamerkan. "Lihat ini, Nabila," katanya sambil menunjuk ke arah mesin besar. "Mereka peduli pada lingkungan. Debu yang keluar sudah bersih. Ini luar biasa."

Nabila hanya mengangguk, mencatat dengan hati-hati di buku kecilnya. Ia tahu bahwa kata-kata Aulia bukan sekadar kekaguman; itu adalah harapan untuk masa depan yang lebih baik.

Di bawah terik matahari, mereka melihat para pekerja bergerak lincah, meski keringat membasahi wajah mereka. Fadhil memperhatikan senyuman yang tak pernah hilang dari bibir mereka. "Bagaimana mereka bisa begitu?" tanyanya.

"Mungkin karena mereka bangga," jawab Nabila, suaranya lembut tapi penuh keyakinan. "Bekerja di sini adalah bagian dari sesuatu yang besar."

Ketiganya terus berjalan, hingga mereka tiba di depan smelter merah putih yang masih dalam proses finishing. Fadhil, dengan nada bercampur rasa ingin tahu, berkata, "Kenapa banyak orang meragukan proyek ini?"

Aulia menatapnya, lalu memandang smelter yang menjulang di hadapannya. "Mereka tidak tahu apa yang kita tahu," jawabnya. "Mereka tidak melihat kerja keras di balik semua ini. Aku yakin smelter ini akan berdiri kokoh. Kita hanya perlu percaya."

Nabila, yang biasanya tak banyak bicara, menambahkan, "Mungkin tugas kita adalah menyampaikan cerita ini. Cerita tentang harapan dan keyakinan."

oOo

Malamnya, di asrama putri tempat mereka mondok, Aulia menulis surat dengan tangan gemetar. Ia tahu bahwa kata-katanya akan menjadi perbincangan bagi teman-temannya dan orang-orang di luar sana yang masih ragu.

Surat dari Langit Blok Lapao-pao

Kepada Siapapun yang Punya Telinga Nurani

Malam ini, Di Sudut belakang asrama putri yang penuh bintang, aku menulis surat ini dengan hati yang penuh rasa syukur. Aku adalah Aulia Wahida, seorang siswa dari MA Darul Arqam, dan hari ini aku telah melihat dunia yang jauh lebih besar dari apa yang pernah kubayangkan.

Aku berdiri di depan smelter merah putih, mendengar cerita-cerita tentang keraguan dan ketidakpercayaan. Tapi aku juga melihat dengan mataku sendiri: senyuman para pekerja, kerja keras tanpa lelah, dan tekad yang tak tergoyahkan.

Aku ingin kalian tahu bahwa tidak semua yang lambat berarti gagal. Kadang, sesuatu yang besar membutuhkan waktu. Smelter ini adalah bukti bahwa kesabaran dan dedikasi akan selalu menghasilkan sesuatu yang luar biasa.

Kepada kalian yang meragukan, aku ingin berkata: datanglah ke sini. Lihatlah sendiri. Rasakan bagaimana harapan tumbuh di setiap langkah yang kita ambil di tempat ini.

Dan kepada kalian yang percaya, mari kita bersama-sama menjadi suara untuk kebenaran. Mari kita tunjukkan bahwa harapan adalah kekuatan yang mampu mengubah dunia.

Dengan tulus,

Aulia Wahida

Ketika Aulia selesai menulis, ia menyerahkan surat itu kepada Nabila. "Berikan ini kepada Bapak kepala sekolah," katanya. Nabila mengangguk, air mata menggenang di matanya. Fadhil, yang diam di sudut ruangan, berkata pelan, "Kita tidak hanya belajar hari ini. Kita membawa pulang harapan."

Langit Blok Lapao-pao malam itu menyimpan doa mereka, tiga anak muda yang percaya bahwa mereka bisa menjadi bagian dari sesuatu yang lebih besar. Dan di suatu tempat, bintang-bintang bersinar lebih terang, seakan mengamini setiap kata yang mereka ucapkan.

oOo

 

Epilog

Tujuh tahun telah berlalu sejak pengalaman pertama mereka di area pertambangan Ceria Group yang penuh makna. Kini, Aulia, Nabila, dan Fadhil telah tumbuh menjadi pribadi yang dewasa, membawa mimpi-mimpi masa muda mereka ke puncak pencapaian.

Aulia, kini seorang ahli tambang, memimpin tim besar di PT Ceria Nugraha Indotama. Kecintaannya pada teknologi penyaringan debu yang dulu ia kagumi telah berkembang menjadi dedikasi untuk menciptakan inovasi yang lebih ramah lingkungan.

Nabila, yang dulu pendiam namun penuh perhatian, kini menjadi seorang pakar lingkungan. Ia memastikan setiap proyek perusahaan tetap sejalan dengan prinsip keberlanjutan. Suaranya, yang lembut tapi tegas, sering kali menjadi pengingat bagi semua bahwa bumi adalah warisan untuk generasi mendatang.

Fadhil, dengan semangat besarnya, telah menjadi orang penting di Corporate Comunication. Ia adalah wajah dan suara Ceria Group, membawa cerita-cerita tentang kerja keras dan harapan kepada dunia luar.

Setiap tanggal 11 Desember, mereka bertiga meninggalkan hiruk-pikuk Jakarta dan kembali ke kempung halamannya, wilayah dimana merupakan kawasan industri nikel "Merah Putih" yang kesohor itu. Hari itu menjadi tradisi, sebuah perayaan akan awal dari perjalanan mereka. Di tengah hamparan hijau dan birunya langit Blok Lapao-pao, mereka mengenang masa-masa SMA yang sederhana namun penuh makna.

Tahun ini, di bawah pohon kurma Masjid Al-Fath yang menjadi saksi bisu perjalanan mereka, Nabila berdiri dengan gitar di tangannya. Ia memetik senar, menciptakan melodi yang perlahan membawa mereka kembali ke masa lalu.

"Di Sudut belakang Masjid Al fath,
Langkah kecil kita bermula,
Dengan harapan dan doa,
Kini kita kembali bersama."

Aulia tersenyum, matanya berkaca-kaca. "Lagu ini membuatku ingat betapa kita dulu penuh bermimpi, meski sederhana," katanya.

Fadhil menambahkan, "Dan sekarang, kita adalah bukti bahwa mimpi itu bisa menjadi nyata."

Nabila melanjutkan lagu dengan suara yang bergetar penuh emosi:

"Kita melangkah, kita percaya,
Masa depan menunggu di sana,
Blok Lapao-pao, tanah harapan,
Kau selalu ada di dalam jiwa."

Mereka bertiga terdiam sejenak setelah lagu selesai, membiarkan keheningan membawa mereka lebih dekat ke kenangan. Langit Blok Lapao-pao sore itu begitu indah, seolah ikut merayakan kebersamaan mereka.

"Setiap kali aku kembali ke sini, aku merasa seperti sedang tour," ujar Aulia.

"Dan setiap kali aku melihat senyuman pekerja di sini, aku teringat mengapa aku memilih jalan ini," tambah Fadhil.

Nabila menatap teman-temannya, lalu berkata dengan lembut, "Masjid Al-Fath adalah awal kita. Tidak peduli seberapa jauh kita melangkah, tempat ini akan selalu menjadi rumah kita unuk pulang."

Di Sudut belakang Masjid Al fath yang berpendar keemasan, mereka bertiga tertawa, berbagi cerita, dan merayakan perjalanan hidup mereka. Hari itu, sekali lagi, menjadi pengingat bahwa mimpi, kerja keras, dan persahabatan adalah kombinasi yang mampu menaklukkan dunia. Langit Blok Lapao-pao menyimpan cerita mereka, untuk selamanya.

Sastra Tanah Merah

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun