Berita tentang korban anak-anak Palestina atas kekejian zionis laknatullah terus bergulir, namun hanya retorika semata. Korban anak-anak Palestina masih terus berjatuhan.
Ini sekaligus menjadi bentuk pengkhianatan para penguasa di negeri-negeri muslim. Para penguasa negeri muslim tertawan tangannya oleh nasionalisme. Sehingga penderitaan saudaranya dianggap bukan menjadi urusannya, bukan dalam wewenangnya.
Kepentingan ekonomi juga menyandera kebebasan para penguasa muslim untuk menjamin hak hidup anak-anak di Palestina. Kepentingan ekonomi terhadap pendukung zionis dan proxy-nya membuat mandul peran para penguasa negeri-negeri muslim. Kepentingan ekonomi dan kerjasama dengan para pendukung zionis dan proxy-nya dianggap lebih penting daripada nyawa anak-anak Palestina.
Sekularisme-kapitalisme yang mencengkram muka bumi ini menjadi biang atas pengabaian hak hidup dan keberlangsungan anak-anak Palestina. Dalam sekularisme-kapitalisme, kepentingan di atas segalanya dan memisahkan kehidupan dari agama. Maka tak heran jika banyak tangan para penguasa terbelenggu untuk membela anak-anak Palestina karena kendala nasionalisme serta kepentingan politik dan ekonomi.
Padahal jelas dalilnya, sabda Rasulullah saw yang diriwayatkan Imam Bukhari, "Tidaklah beriman seseorang diantara kalian sampai ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri".
Bagaimana bisa kita dianggap beriman jika tidak mencintai anak-anak Palestina atas genosida zionis laknatullah? Bagaimana bisa kita dianggap mencintai anak-anak Palestina jika masih membiarkan mereka terbunuh setiap harinya? Bagaiman bisa kita dianggap mencintai jika kita hanya berdiam diri, berteriak tanpa membela dengan tangan kita?
Bagaimana dengan UNICEF, apakah tema "Listen to The Future" relevan dengan kondisi anak di Palestina? Anak-anak Palestina bukan hanya butuh bantuan kemanusiaan, apalagi hanya suara dan tips and trick. Anak-anak Palestina butuh tentara, butuh pembelaan nyata untuk mengusir imperalisme zionis laknatullah di atas tanah mereka. Mampukah UNICEF merealisasikan mimpi anak-anak Palestina?
Dalam Islam, anak memiliki dua orang tua. Yang pertama, orang tuanya di rumah, yaitu ibu bapaknya, yang berkewajiban mendidik, menjaga, menyayangi dan memberi kebutuhan-kebuuhannya. Yang kedua adalah negara, yang berkewajiban menjamin pendidikan yang berkualitas, kesehatan, keamanan dan serangkaian instrument untuk keberlangsungan hidupnya.
Melalui negara, Islam menjamin keberlangsungan hak hidup anak dengan penerapan hak hidup dan berkembang, hak nafkah, hak keamanan, hak kejelasan nasab dan lainnya. Anak merupakan amanah yang bukan hanya milik kedua orang tuanya di rumah, tapi juga menjadi kewajiban bagi negara untuk kelangsungan hidupnya sebagai penerus generasi.
Dengan berdaulat kepada Allah swt, Islam menjadikan Al-Qur'an dan As-Sunnah sebagai rujukan membuat kebijakan. Negara sebagai raa'in dan junnah wajib memelihara dan melindungi anak dengan serangkaian kebijakannya.