Mohon tunggu...
Ressy Nisia
Ressy Nisia Mohon Tunggu... Penulis - Pemerhati Pendidikan dan Keluarga

Assalamualaykum, Saya Ressy, seorang pemerhati pendidikan dan keluarga. Bagi saya, hidup adalah bahasa kita terhadap dunia. Maka, pastikan apa yang kita tulis mampu menginspirasi orang-orang 🤍

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Hari Anak Sedunia Inkoheren dengan Nasib Anak di Palestina

24 November 2024   20:09 Diperbarui: 24 November 2024   20:09 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Anak-Anak (Sumber : Pixabay)

"The future belongs to those who believe in the beauty of their dream" -- Eleanor Roosevelt-

Masa depan adalah milik orang-orang yang percaya akan keindahan mimpi mereka. Termasuk di dalamnya mimpi yang ingin diraih oleh anak-anak. Hal ini senada dengan tema peringatan Hari Anak Dunia, 20 November 2024, yaitu "Listen to The Future".

Dilansir laman United Nation Children Funds (UNICEF), tema ini mengangkat peran dunia untuk mendengar harapan, impian dan visi anak-anak untuk masa depan. UNICEF mempromosikan hak anak untuk berdaya dan berpartisipasi menyuarakan tentang dunia yang ingin anak-anak tinggali dengan mensinergikan dukungan dari berbagai pihak.

Menurut UNICEF, perlu dibangun percakapan tentang ide, prioritas dan impian anak untuk mengetahui dunia seperti apa yang ingin mereka tinggali. Referensi topik yang bisa digunakan seperti perubahan iklim, konflik, perang, rasisme, tips and trick kebiasaan digital dalam rumah serta beberapa tips and trick lainnya.

Inkoheren Anak Palestina di Mata Dunia

Di tengah gegap gempitanya pengarusan tema Hari Anak Sedunia, "Listen to The Future", di belahan bumi lainnya ada hak anak-anak yang terampas. Benar, anak-anak Palestina. Jangankan untuk bermimpi, bisa berharap hari ini tidak mendengar dentuman bom pun sudah sangat bersyukur.

Juru Bicara PBB, Stephane Dujarric, menjelaskan sejak 7 Oktober 2023 rata-rata empat anak Palestina dibunuh setiap minggunya di tepi Barat. Angka ini menunjukan peningkatan tiga kali lipat dibanding sembilan bulan pertama di 2023. (Tempo, 2/11/2024)

Setahun genosida, lebih dari 16 ribu anak tewas oleh kekejian zionis laknatullah. Jangankan mendapatkan hak pendidikan, kesehatan, sanitasi, dan perlindungan atas  kekerasan, hak hidup mereka saja tidak terjamin. Bahkan banyak anak yang tewas sejak dalam kandungan.

Seluruh mata dunia memandang, Gaza menjadi kuburan bagi anak-anak Palestina. Dimana peran dunia? Dimana muslimin? Mengapa anak-anak Palestina dibiarkan tanpa pembelaan dan perlindungan?

Sekat Nasionalisme dan Kepentingan

Berita tentang korban anak-anak Palestina atas kekejian zionis laknatullah terus bergulir, namun hanya retorika semata. Korban anak-anak Palestina masih terus berjatuhan.

Ini sekaligus menjadi bentuk pengkhianatan para penguasa di negeri-negeri muslim. Para penguasa negeri muslim tertawan tangannya oleh nasionalisme. Sehingga penderitaan saudaranya dianggap bukan menjadi urusannya, bukan dalam wewenangnya.

Kepentingan ekonomi juga menyandera kebebasan para penguasa muslim untuk menjamin hak hidup anak-anak di Palestina. Kepentingan ekonomi terhadap pendukung zionis dan proxy-nya membuat mandul peran para penguasa negeri-negeri muslim. Kepentingan ekonomi dan kerjasama dengan para pendukung zionis dan proxy-nya dianggap lebih penting daripada nyawa anak-anak Palestina.

Sekularisme-kapitalisme yang mencengkram muka bumi ini menjadi biang atas pengabaian hak hidup dan keberlangsungan anak-anak Palestina. Dalam sekularisme-kapitalisme, kepentingan di atas segalanya dan memisahkan kehidupan dari agama. Maka tak heran jika banyak tangan para penguasa terbelenggu untuk membela anak-anak Palestina karena kendala nasionalisme serta kepentingan politik dan ekonomi.

Padahal jelas dalilnya, sabda Rasulullah saw yang diriwayatkan Imam Bukhari,  "Tidaklah beriman seseorang diantara kalian sampai ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri".

Bagaimana bisa kita dianggap beriman jika tidak mencintai anak-anak Palestina atas genosida zionis laknatullah? Bagaimana bisa kita dianggap mencintai anak-anak Palestina jika masih membiarkan mereka terbunuh setiap harinya? Bagaiman bisa kita dianggap mencintai jika kita hanya berdiam diri, berteriak tanpa membela dengan tangan kita?

Bagaimana dengan UNICEF, apakah tema "Listen to The Future" relevan dengan kondisi anak di Palestina? Anak-anak Palestina bukan hanya butuh bantuan kemanusiaan, apalagi hanya suara dan tips and trick. Anak-anak Palestina butuh tentara, butuh pembelaan nyata untuk mengusir imperalisme zionis laknatullah di atas tanah mereka. Mampukah UNICEF merealisasikan mimpi anak-anak Palestina?

Mimpi Anak dalam Islam

Dalam Islam, anak memiliki dua orang tua. Yang pertama, orang tuanya di rumah, yaitu ibu bapaknya, yang berkewajiban mendidik, menjaga, menyayangi dan memberi kebutuhan-kebuuhannya. Yang kedua adalah negara, yang berkewajiban menjamin pendidikan yang berkualitas, kesehatan, keamanan dan serangkaian instrument untuk keberlangsungan hidupnya.

Melalui negara, Islam menjamin keberlangsungan hak hidup anak dengan penerapan hak hidup dan berkembang, hak nafkah, hak keamanan, hak kejelasan nasab dan lainnya. Anak merupakan amanah yang bukan hanya milik kedua orang tuanya di rumah, tapi juga menjadi kewajiban bagi negara untuk kelangsungan hidupnya sebagai penerus generasi.

Dengan berdaulat kepada Allah swt, Islam menjadikan Al-Qur'an dan As-Sunnah sebagai rujukan membuat kebijakan. Negara sebagai raa'in dan junnah wajib memelihara dan melindungi anak dengan serangkaian kebijakannya.

Negara  menjamin hajatul asasiyah (kebutuhan primer) anak. Dari kebutuhan primer individu seperti sandang, pangan, papan, hingga kebutuhan primer kolektif seperti pendidikan, kesehatan dan keamanan.

Negara memastikan setiap anak memperoleh hak hidup yang layak melalui terpenuhinya kebutuhan sandang, pangan dan papan melalui serangkaian kebijakan. Negara berkewajiban memastikan semua kebutuhan primer individu anak terpenuhi, bahkan dibantu oleh negara dalam pemenuhannya.

Negara juga menyelanggarakan pendidikan yang berkualitas bagi anak-anak secara terjangkau hingga gratis. Memberikan serangkaian pelayanan dan fasilitas kesehatan yang berkualitas secara terjangkau bahkan gratis. Begitu juga kemanan, negara secara sungguh-sungguh memastikan anak dalam kondisi aman dan nyaman.

Begitu seriusnya terhadap keberlangsungan hidup anak, Islam melarang keras menyerang anak dalam peperangan. Kontradiktif dengan apa yang dialami anak di Palestina saat ini, yang justru menjadi sasaran utama serangkaian agresi di sana. Islam akan memberikan sanksi yang tegas atas genosida terhadap anak-anak dan mengusir para penjajah dengan menurunkan tentara agar penjajahan bisa dihentikan.

Ini tentu menjadi mimpi bagi setiap anak yang belum bisa direalisasikan dalam kehidupan sekularisme-kapitalisme.

Mimpi jaminan keberlangsungan hidup dan kelayakan hidup anak hanya akan bisa dicapai dalam naungan negara yang menerapkan Islam sebagaimana negara yang dijalankan Rasulullah saw dan para khalifah setelahnya.

Sebuah negara yang menjamin persatuan umat  dan keberlangsungan hidup umat secara adil, makmur dan penuh keberkahan. Sebuah negara yang menjadi raa'in dan junnah bagi rakyatnya, dengan penerapan Islam secara kaffah.

Wallahu a'lam bishawab.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun