"Demi Allah! Sekali lagi, Demi Allah! Saya tidak pernah menerima suap dari PT EGP!" Berita korupsi selesai. Berita selanjutnya adalah mengenai seorang janda yang bunuh diri setelah membunuh ketiga anaknya sendiri yang masih balita karena tak kuat hidup miskin sendirian. Saliha tak tertarik untuk menyimaknya. Ia meminta Wirya mematikan tv.
"Mami hebat," puji Wirya. Saliha tersenyum ia lalu menyalakan handphone. Ada beberapa pesan yang ia terima.Â
"Pi, kamu sudah kirim uang buat rakornas partai ke Pak Arnold?"
"Sudah. Aku sendiri yang mengantarnya semalam. Jumlahnya seratus ribu dolar."
"Sisanya jangan diutak-atik lagi, Pi, sampai keadaan benar-benar aman. Kalau bisa disembunyikan saja di tempat lain. Mami khawatir nanti ketahuan kalau digeledah KPK. Jangan juga ditaruh di bank. Kata Bruno semua aliran dana dari rekening mami dan papi sedang diselidiki..."
"Iya. Sudah, sekarang Mami jangan banyak berpikir dulu. Istirahat saja. Biar cepat sembuh," saran Wirya. Saliha terdiam. Ia memang ingin cepat sembuh. Ia sedikit lega karena kedua tanduk sialan itu telah menghilang dari jidatnya. Walaupun untuk itu, ia harus kehilangan uang hampir seratus juta rupiah dalam semalam.
Sebetulnya, mereka tidak terlalu memikirkan soal uang. Jumlah itu tidak seberapa bila dibandingkan dengan pemberian yang mereka terima dari para pengusaha yang dibantu Saliha memenangi tender proyek pembangunan rumah sakit dan gedung sekolah di beberapa provinsi. Saliha pun berpikir apakah kemunculan sepasang tanduk itu adalah semacam pertanda bila Tuhan sedang marah kepadanya?
"Ah, peduli setan. Ada beratus-ratus, bahkan beribu-ribu, pejabat lain di negeri ini yang lebih korup dan serakah, mengapa hanya aku yang dihukum Tuhan seperti ini?" Begitu Saliha membatin, tak lama, karena sesuatu dalam dirinya mendesak-desak untuk keluar.
"Pi, antar mami ke toilet," ujar Saliha sambil mencoba mengangkat badannya. Wirya bergegas menghampiri untuk memapah istrinya. Saat berhasil turun dari ranjang, Saliha merasakan kepalanya sedikit pusing. Ia pun meraih bahu Wirya. Sambil bergerak perlahan, suami istri itu berjalan beriringan.
Tangan kanan Wirya yang semula merengkuh erat bahu Saliha, lalu turun untuk meraih pinggang istrinya. Saat itu tangan Wirya menyentuh sesuatu yang menurutnya tak biasa. Wirya melihat ke arah belakang Saliha. Ia penasaran saat melihat ada yang menjuntai dari balik baju operasi yang dikenakan Saliha.
"Apa ini?" Tanyanya sambil mengangkat bagian belakang baju istrinya. Saliha kaget dengan tindakan suaminya. Wirya lebih kaget lagi karena melihat pada bokong istrinya tumbuh daging berbentuk panjang. Berbulu dan berwarna abu-abu. Seperti ekor tikus.