Mohon tunggu...
Ahmad Setiawan
Ahmad Setiawan Mohon Tunggu... Editor - merawat keluarga merawat bangsa

kepala keluarga dan pekerja media

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen | Istri yang Bertanduk

29 Maret 2018   11:02 Diperbarui: 29 Maret 2018   11:08 234
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Bang, posisinya gimana sih, kok, belum ditetapkan sebagai tersangka sama KPK?" Tanya seorang wartawati yang paling muda.

"Katanya, sih, KPK kesulitan mendapatkan bukti karena uang suap yang diterima Saliha semuanya dalam bentuk tunai, dolar Amerika. Jumlahnya hampir lima ratus M."

"M? Milyar?"  

"Ember."

"Ha ha ha." Tawa pecah di lobi gedung KPK. Suaranya masuk hingga ke ruang tunggu. Namun, Saliha luput untuk memerhatikan karena seorang petugas pamdal memintanya menuju ruang pemeriksaan.

Usai ditanyai selama tujuh jam, Saliha langsung diserbu pertanyaan dari para wartawan. Kali ini Saliha tak bicara sepatah katapun. Sesuai arahan Bruno. Di sudut halaman parkir, sebuah sedan mewah yang terparkir dengan mesin dihidupkan tengah menanti Saliha. Karena terus menerus didesak wartawan untuk memberikan pernyataan, Saliha tak kuasa mengucapkan pembelaannya dengan emosi dan berulang-ulang.

Saat masuk ke dalam mobil, perasaannya terasa lebih lega apalagi di dalamnya ternyata telah menunggu Wirya. Mereka kemudian meluncur menuju rumah sakit mewah di pinggir ibukota. Di tempat itu Saliha akan menjalani operasi pengangkatan tanduk oleh tim dokter yang dipimpin seorang profesor di bidang ilmu kosmetik.

Keesokan paginya, Saliha terbangun begitu seorang dokter jaga masuk ke kamar untuk mengukur tensi darahnya. Ia ditemani dua orang perawat yang mendorong kereta makanan dan obat-obatan.

"Selamat pagi, Bu. Tidurnya nyenyak sekali. Bagaimana kepalanya, apakah pusing?" Tanya dokter muda itu dengan ramah. Saliha yang kepalanya dibebat kain perban hanya mengangguk lemah. Matanya melongok ke sofa di ruang tamu untuk mencari suaminya. Wirya ternyata juga terbangun. Ia bergegas masuk toilet.

Saat keluar dari toilet, dokter dan perawat sudah tidak ada. Ia melihat istrinya yang sedang serius menatap televisi berlayar lebar yang tertempel di dinding di seberang ranjang. Ternyata Saliha sedang menonton siaran berita mengenai kasus yang menimpa dirinya. Di layar terdengar suara lantang Saliha saat menghadapi kerumunan wartawan:

"Demi Allah! Demi Rasulullah! Saya tidak pernah korupsi!" Pernyataan Saliha langsung dibalas dengan pertanyaan bertubi-tubi para wartawan hingga terdengar seperti dengung lebah di sarangnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun