"Jangan, Mi. Kalau kamu tidak datang lagi mereka akan melakukan penjemputan paksa karena menganggap Mami sebagai buronan. Kalau sudah begitu bisa semakin repot kita, Mi. Masak anggota DPR tercantik menjadi buronan KPK," senyum Wirya meyakinkan istrinya.
"Tetapi, jidatku ini..." sungut Saliha sambil mengaca dan terus merabai tanduk di dahinya. Wirya yang berdiri di belakang Saliha menanggapi dengan tenang. Ia sudah memikirkan sebuah jurus bagus untuk mengatasi tanduk di dahi Saliha.
"Benjolan ini tidak terlalu besar. Mami masih bisa menutupinya dengan jilbab. Kan banyak tuh model-model jilbab yang sekarang sedang trendi. Eh, apa sebutannya sekarang? Hijab, ya?" kata Wirya tersenyum sambil menutupi tanduk Saliha dengan baju piyamanya.
Keduanya menatapi cermin dan mematut penampilan Saliha bila mengenakan jilbab. Saliha menilai solusi Wirya cukup jitu. Setidaknya untuk sementara. Mereka lalu bersepakat, sementara Saliha memenuhi undangan KPK, Wirya akan mencari informasi bagaimana dan di mana cara menghilangkan tanduk yang tumbuh tiba-tiba itu. Saliha pun lalu mengambil semua koleksi kerudung yang pernah ia beli saat melakukan studi banding keliling Eropa dan Amerika bersama koleganya.
Pada siang hari, Saliha yang berbaju gamis dan memakai jilbab sudah berada di ruang tunggu gedung KPK ditemani Bruno, pengacaranya. Pakar hukum pidana yang terkenal karena sering membela koruptor itu memuji penampilan baru Saliha yang nampak relijius dan sulit dikenali. Saliha tak terlalu mengindahkan pujian itu karena hatinya terus gelisah. Bukan lantaran kasus korupsi yang menjadikannya sebagai terperiksa di KPK.
Saliha tidak terlalu khawatir karena ia telah mendapatkan informasi dari ketua umum partainya, yang juga adalah pejabat tinggi negara, bila KPK belum akan menetapkannya sebagai tersangka. Saliha gundah karena memikirkan tanduk di kepalanya: apakah benda laknat itu bisa dicabut tanpa merusak kecantikannya?
Dari balik pintu kaca, seorang wartawan yang mengenali Saliha memberitahu rekannya.
"Iya betul! Itu Saliha Sudiraatmaja!" Yakin rekan itu yang juga seorang wartawan.
"Masak, sih? Memang dia memakai jilbab?" Wartawan yang lain tidak percaya.
"Ah, seperti tidak tahu saja. Sudah banyak perempuan yang mendadak berhijab begitu berurusan dengan KPK," jawab yang lain.
"Iya, biar tidak dikenali. Enak betul, ya, jadi perempuan, kalau berurusan sama KPK bisa mengubah penampilannya dengan berjilbab," kata seorang wartawan lainnya.