Disebutkan: Tim Pokja HIV dan para pemangku kepentingan terkait dalam mendorong lahirnya Perda HIV, terus bergerak dengan tujuan agar regulasi nanti dapat membantu program pencegahan dan penanggulangan HIV-AIDS di Kota Makassar. Ini ada dalam berita "Tim Pokja HIV Mendesak Lahirnya Perda HIV di Makassar" Ini judul berita di makassar.rakyat.news (4/10-2023).
Dalam berita sama sekali tidak ada pembahasan tentang peraturan daerah (Perda) pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS yang sudah ada Nusantara umumnya dan di wilayah Provisi Sulawesi Selatan (Sulsel) khususnya.
Hal ini penting karena kelatahan menerbitkan Perda AIDS di Indonesia sama sekali tidak menunjukkan hasil yang konkret. Setidaknya sudah ada 150-an Perda AIDS untuk tingkat provinsi, kabupaten dan kota di Indonesia, termasuk lima perda di Sulsel, tapi hasilnya nol besar (Lihat Tabel).
Mengapa Perda-perda AIDS tidak menunjukkan hasil terkait dengan pencegahan dan penanggulangan (epidemi) HIV/AIDS?
Ada beberapa penyebabnya, antara lain:
Perda-perda AIDS di Indonesia hanya sekelas copas (copy paste) dan juga mengekor ke ekor program di Thailand.
Baca juga: P erda AIDS di Indonesia: Mengekor ke Ekor Program Penanggulangan AIDS Thailand
Program penanggulangan AIDS yang dijalankan Thailand memang menunjukkan hasil dengan indikator jumlah calon taruna militer yang terdeteksi HIV-positis terus turun dari tahun ke tahun.
Salah satu langkah konkret Thailand dikenal sebagai 'wajib kondom 100 persen' bagi laki-laki yang melakukan hubungan seksual dengan pekerja seks komersial di tempat-tempat (lokalisasi) pelacuran dan rumah bordir.
Pemerintah Thailand memberikan surat izin bagi pengelola tempat-tempat pelacuran dengan ketentuan usaha tersebut akan menerima sanksi jika ada PSK di tempat tersebut yang terdeteksi HIV-positif.
Dengan ancaman ini pengelola (germo atau mucikari) memaksa laki-laki selalu memakai kondom ketika melakukan hubungan seksual dengan PSK di tempat usahanya.
Celakanya, program itu 'dicangkok' ke Perda-perda AIDS tapi tidak utuh. Di Perda-perda AIDS di Indonesia yang kena sanksi adalah PSK. Ini konyol karena 1 PSK masuk penjara ada 100-an PSK yang menggantikan PSK yang dipenjarakan karena terdeteksi mengidap HIV/AIDS.
Sebelum PSK itu masuk penjara sudah banyak laki-laki yang berisiko tertular HIV/AIDS karena mereka melakukan hubungan seksual dengan PSK tanpa memakai kondom.
PSK yang terdeteksi HIV-positif itu minimal sudah tertular tiga bulan sebelum razia. Itu artinya jumlah laki-laki yang berisiko tertular HIV/AIDS karena sudah melakukan hubunagan seksual tanpa kondom dengan PSK tersebut sebanyak ini: 1 PSK x 3 laki-laki per malam x 25 hari perbulan x 3 bulan = 225.
Sekarang tidak ada lokalisasi pelacuran sehingga praktek pelacuran pindah ke media sosial dengan transaksi melalui Ponsel. Itu artinya tidak bisa lagi dilakukan intervensi seperti yang dijalankan Thailand.
Maka, kalaupun Pemkot Makassar dan DPRD Makassar merancang Perda AIDS yang perlu ada di Perda itu adalah intervensi terhadap laki-laki dewasa yang melakukan perilaku seksual berisiko, seperti di matriks berikut ini.
Jika tidak ada langkah konkret untuk mencegah insiden infeksi HIV baru melalui perilaku berisiko seperti di Matriks I, itu artinya kasus baru HIV/AIDS akan terus terjadi di Kota Makassar.
Begitu juga dengan perilaku berisiko yang dilakukan oleh perempuan dewasa jadi pintu masuk HIV/AIDS ke masyarakat Kota Makassar (Matriks II).
![matriks-ii-penyebaran-hivaids-melalui-perempuan-ke-masyarakat-652116c1edff760e116a1702.jpg](https://assets.kompasiana.com/items/album/2023/10/07/matriks-ii-penyebaran-hivaids-melalui-perempuan-ke-masyarakat-652116c1edff760e116a1702.jpg?t=o&v=770)
Beberapa Perda AIDS yang ada di Sulsel juga tidak menukik ke akar persoalan karena hanya sebatas pasal-pasal normatif.
Baca juga: Menyibak Peran Perda AIDS Provinsi Sulawesi Selatan
Dalam beberapa berita terkait dengan kasus HIV/AIDS di Kota Makassar, tidak akurat karena tidak memberikan gambaran yang riil tentang mengapa dan bagaimana bisa terjadi kasus HIV/AIDS di Sulsel paling banyak terdeteksi di Kota Makassar.
Baca juga: Mengapa Kasus HIV/AIDS Terbanyak di Sulawesi Selatan Ada di Kota Makassar
Ada fakta yang luput yaitu: Apakah semua kasus HIV/AIDS yang dilaporkan di Kota Makassar merupakan warga Kota Makassar berdasarkan KTP dan KK?
Jawaban dari pertanyaan ini akan menunjukkan kondisi riil epidemi HIV/AIDS di Kota Makassar.
Tapi, terlepas dari hal itu jika Pemkot Makassar dan DPRD Makassar menggodog Raperda AIDS yang perlu diperhatikan adalah:
(a) Menutup pintu masuk HIV/AIDS ke Kota Makassar,
(b) Mendeteksi warga yang mengidap HIV/AIDS tapi tidak terdeteksi dengan cara-cara yang tidak melawan hukum dan tidak melanggar hak asasi manusia (HAM),
(c) Meningkatkan penerapan PITC (Provider Initiated Testing and Counselling yaitu konseling bagi pasien dengan indikasi HIV/AIDS yang bermuara pada tes HIV berdasarkan diagnosis dokter di sarana kesehaan) untuk semua pasien yang berobat ke sarana kesehatan pemerintah dengan tes HIV yang sesuai dengan standar prosedur operasi yang baku,
(d) Menjalankan prinsip kerahasiaan terkait dengan identitas Odha (Orang dengan HIV/AIDS),
(e) Memberikan kepesertaan BPJS Kesehatan dengan dana APBD untuk Odha, dan  Â
(f) Mendekatkan akses pengobatan dengan obat antiretroviral (ART) ke Odha, antara lain melalui sarana kesehatan, seperti Puskesmas dan praktek bidan desa.
Tanpa langkah-langkah yang konkret yang diatur di Perda AIDS Kota Makassar kelak, maka nasib Perda itu sama saja dengan seratusan Perda sejenis: tidak berguna! *
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI