Yang perlu diingat angka ini tidak menggambarkan jumlah kasus yang sebenarnya di masyarakat karena epidemi HIV/AIDS erat kaitannya dengan fenomena gunung es. Jumlah yang terdeteksi atau dilaporkan digambarkan sebagai puncak gunung es yang muncul ke atas permukaan air laut, sedangkan kasus yang tidak terdeteksi di masyarakat digambarkan sebagai bongkahan es di bawa permukaan air laut.
Pada epidemi HIV/AIDS salah satu penyakit infeksi oportunistik (penyakit-penyakit yang menginfeksi pengidap HIV/AIDS karena kondisi sistem kekebalan tubuh mereka lemah) penyebab kematian Odha (Orang dengan HIV/AIDS) adalah TBC.
Itulah alasannya mengapa di banyak negara pengidap HIV/AIDS yang berobat ke layakan kesehatan pemerintah diwajibkan menjalani tes TBC.
Secara empiris orang-orang dengan infeksi HIV/AIDS mudah terinfeksi TBC, sebaliknya, pengidap TBC juga mudah tertular HIV/AIDS jika melakukan perilaku seksual dan nonseksual yang berisiko tertular HIV/AIDS.
Celakanya, di Indonesia hal itu tidak dijalankan karena 1001 macam alasan. Alasan yang paling kuat adalah pasien TBC menolak tes HIV dan sebaliknya pasien HIV/AIDS juga menolak tes TBC. Ini terjadi karena tidak ada regulasi yang berkekuatan hukum.
Apa lacur kasus HIV/AIDS terus bertambah seiring dengan perilaku berisiko setengah orang dan penyebaran TBC juga terus terjadi karena banyak pengidap TBC yang tidak terdeteksi, bahkan mereka disembunyikan di rumah yang meningkatkan risiko penyebaran baksil TB.
Pemerintah, melalui Kemenkes dan jajarannya, menjalankan program skrining TBC pada pengidap HIV/AIDS dan skrining HIV/AIDS pada pengidap TBC.
Secara nasional pemerintah menargetkan skrining TBC pada pasien HIV/AIDS sebesar 100 persen, tapi sampai triwulan ketiga tahun 2022 capaiannya hanya 76% (siha kemkes).
Ada lima provinsi dengan capaian tertinggi skiring TBC pada pasien HIV/AIDS, yaitu:
- Bangka Belitung (Babel) 98%
- Sumatera Barat (Sumbar) 96%
- Nusa Tenggara Barat (NTB) 94%
- Maluku 93%
- Lampung 93%
Sedangkan lima provinsi dengan capaian terendah skrining TBC pada pasien HIV/AIDS, yaitu:
- Sulawesi Tengah (Sulteng) 48%
- DKI Jakarta 15%
- Papua Barat 11%
- Sulawesi Utara (Sulut) 1%
- Gorontalo 0%