Ketakutan untuk melawan praktik tidak etis dalam perjalanan karir atau hidup sering kali berakar pada rasa cemas terhadap konsekuensi pribadi. Banyak individu khawatir akan ancaman kehilangan pekerjaan, reputasi, atau hubungan profesional jika mereka memilih untuk menentang praktik yang tidak sesuai dengan nilai moral mereka.
Dalam lingkungan kerja yang kompetitif, hal ini semakin diperparah oleh tekanan sosial untuk berkompromi dengan standar etika demi keuntungan material atau posisi yang lebih baik. Ketakutan ini kerap membuat orang enggan mengambil langkah untuk berbicara atau bertindak melawan hal-hal yang mereka tahu tidak benar.
Selain itu, ada faktor psikologis berupa rasa tidak berdaya dan isolasi yang sering dirasakan oleh individu yang mempertimbangkan untuk melawan praktik tidak etis. Ketika seseorang merasa bahwa upayanya akan sia-sia atau bahwa sistem yang ada terlalu kuat untuk diubah, mereka cenderung memilih diam.
 Rasa takut ini diperkuat oleh kurangnya keteladanan di sekitar mereka, di mana para pemimpin atau kolega yang seharusnya menjadi panutan justru membiarkan praktik tidak etis berlangsung. Dalam situasi seperti ini, ketakutan bukan hanya tentang risiko yang mereka hadapi, tetapi juga tentang kurangnya keyakinan bahwa mereka memiliki kekuatan untuk membuat perubahan.
Memahami keteladanan Mahatma Gandhi memberikan pelajaran penting dalam menghadapi ketakutan ini. Beliau menunjukkan bahwa keberanian untuk melawan ketidakadilan tidak harus dilakukan dengan kekerasan, tetapi dengan keteguhan hati yang didasari oleh nilai-nilai kebenaran dan non-kekerasan (ahimsa).
Beliau mengajarkan bahwa keteguhan prinsip, meskipun sering kali sulit dan penuh risiko, adalah jalan menuju perubahan yang bermakna. Ia tidak hanya menentang ketidakadilan secara individu, tetapi juga menginspirasi banyak orang untuk ikut melakukannya, menciptakan gerakan yang lebih besar.
Dengan meneladani pemahaman beliau, kita diajak untuk melampaui rasa takut dan memahami bahwa keberanian moral tidak hanya tentang menentang praktik tidak etis, tetapi juga tentang memberikan harapan kepada orang lain. Meskipun menantang status quo dapat menghadirkan risiko, tindakan ini memiliki potensi untuk membangun keadilan dan integritas dalam komunitas atau organisasi.
Ketika individu berani melawan praktik tidak etis, mereka membuka jalan bagi transformasi sosial yang lebih luas. Seperti beliau, mereka yang memilih untuk bertindak berdasarkan prinsip dapat menjadi katalisator perubahan yang lebih baik, baik dalam lingkup kecil maupun besar.
Â
Bagaimana Langkah Saya Sebagai Mahasiswa Menjadi Agen Perubahan dalam Pencegahan Korupsi dan Pelanggaran Etik dengan Mengimplementasikan Mahatma Gandhi?