Mohon tunggu...
Indria Salim
Indria Salim Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance Writer

Freelance Writer, Praktisi PR di berbagai organisasi internasional (1990-2011) Twitter: @IndriaSalim IG: @myworkingphotos fb @indriasalim

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Duh, Tulisanku Membosankan!

20 Februari 2016   12:08 Diperbarui: 20 Februari 2016   16:43 221
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Semua detil paragraf aslinya boleh saja dipertahankan, asalkan memang ada sesuatu yang sangat penting tentang menyikat gigi, makanan sarapan, atau penguncian pintu depan, dan seterusnya. Jujur aja ya, menurutku kalimat sesudah disunting lebih menarik, karena banyak bagian cerita yang tidak penting yang sudah dibuang.

Lanjut ya. Apakah kamu lebay dalam mendramatisir emosi karakter atau tokohmu? Mencoba untuk membuat adegan tampak lebih dramatis dengan menambahkan secara rinci tegang sering memiliki efek sebaliknya?

Apakah kamu menggunakan bahasa berlebihan untuk menambahkan penekanan?

Misalnya, " 'Ini adalah hari terburuk dalam hidup saya,' isak gadis celaka."

Kita tahu dari tangisan si gadis, dia sedang mengalami hari terburuk dalam hidupnya. Kita tidak perlu menambahkan kata sifat berlebihan, karena jadinya akan mubazir. Inilah yang disebut gaya bahasa pleonasme. Memang dalam hal tertentu ini perlu, tapi tidak selalu.

Apakah setiap adegan kamu maksudkan untuk satu tujuan? Sebuah adegan yang menceritakan tentang sang tokoh, itu bagus. Namun lebih bagus lagi kalau dalam satu “adegan”, pembaca bisa melihat adanya penceritaan tokoh, sekaligus bagaimana adegan itu bergerak maju ke adegan berikutnya – semacam plot yang dinamis.

Apakah kamu menulis banyak kalimat pasif? Kecuali kamu ingin menekankan pentingnya suatu hal, maka kalimat pasif akan memberi kesan kuat. Namun, sebaiknya gunakan kalimat aktif, dan ini menjadi kalimat yang efektif, lagi-lagi – agar tulisan tidak bertele-tele.

Apakah kamu sedang memanjakan diri sendiri? Setiap penulis harus mencintai tulisan sendiri, tetapi ini bisa bermasalah ketika kamu mengaguminya berlebihan. Apalagi kalau sampai kamu jatuh cinta pada tokoh utama, karena cinta gila-gilaan seperti itu bakal membuat tulisanmu cenderung cengeng. Bedakan antara romantis dan cengeng.

Bagaimana caranya?

Baca saja buku terlaris dan buku yang yah, gimana ya .. selidiki sendiri sana ke toko buku. Baca, baca, baca. Novel A, novel B, novel C, baca resensi orang --- bandingkan dengan pendapat dan pengalaman sendiri saat membaca novel yang sama. Di luar itu, menulis cerita fiksi memang harus merasa sreg dengan tokohnya. Pelajari, dalami, dan kenali sang tokoh. Carilah “chemistry”-nya, dan sukai, terima mereka apa adanya. Nah, gitu … menurutku.

Eits, ini kok teori lagi, teori lagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun