2.1 Menggunakan Krisis untuk Memperkuat Kekuasaan
Jokowi sering kali memanfaatkan situasi krisis untuk memperkuat cengkeramannya pada kekuasaan. Misalnya, dalam menghadapi demonstrasi dan kritik, ia cenderung mengeluarkan kebijakan yang lebih represif, seperti pembatasan kebebasan berpendapat. Taktik ini menunjukkan bahwa ia lebih memilih untuk meredam ketidakpuasan daripada mendengarkan suara rakyat.
2.2 Mengabaikan Masukan dari Ahli
Meskipun seharusnya seorang pemimpin terbuka terhadap masukan dari berbagai pihak, Jokowi sering kali mengabaikan saran dari ahli dan masyarakat sipil. Dengan cara ini, ia menciptakan ilusi bahwa kebijakan yang diambil adalah hasil dari pertimbangan yang matang, padahal sebenarnya merupakan keputusan sepihak yang tidak mempertimbangkan masukan dari pihak lain.
3. Pendekatan terhadap Minoritas: Manipulasi Narasi
3.1 Menjaga Stabilitas dengan Mengorbankan Hak-Hak
Jokowi sering kali menggunakan retorika stabilitas untuk membenarkan kebijakan yang merugikan minoritas. Dalam menghadapi isu-isu yang melibatkan hak asasi manusia, ia cenderung menekankan pentingnya keamanan dan ketertiban, sementara mengabaikan kebutuhan dialog dan perlindungan hak-hak kelompok yang terpinggirkan. Ini adalah contoh manipulasi narasi yang digunakan untuk mempertahankan kekuasaan.
3.2 Kunjungan Simbolis
Kegiatan blusukan Jokowi sering kali dipandang sebagai upaya untuk mendekatkan diri dengan rakyat. Namun, banyak yang berpendapat bahwa kunjungan tersebut bersifat simbolis dan tidak diikuti dengan tindakan nyata. Ini menciptakan kesan bahwa ia peduli, padahal sebenarnya hanya mencari legitimasi politik.
4. Kebijakan Lingkungan: Taktik Licik dalam Pembangunan
4.1 Mengorbankan Lingkungan untuk Proyek Infrastruktur