3. Kepemimpinan yang Inklusif dan Berbasis pada Dialog
3.1 Pendekatan terhadap Minoritas
Seorang pemimpin yang baik harus mampu menjunjung tinggi nilai-nilai inklusi dan keberagaman. Jokowi, meskipun berusaha untuk menunjukkan dukungan terhadap pluralisme, sering kali gagal dalam melindungi hak-hak minoritas, terutama di Papua dan kelompok-kelompok yang terpinggirkan. Pendekatannya yang cenderung lebih mengutamakan stabilitas sering kali mengabaikan kebutuhan dialog dan pemenuhan hak asasi manusia.
3.2 Dialog dengan Masyarakat
Dialog yang terbuka dengan masyarakat adalah esensial bagi seorang pemimpin. Meskipun Jokowi dikenal dengan gaya blusukan, banyak yang mempertanyakan apakah kunjungan-kunjungan tersebut benar-benar menghasilkan perubahan yang signifikan atau hanya sekadar simbolis. Keterlibatannya dalam dialog dengan masyarakat harus lebih dari sekadar acara publik; harus ada tindak lanjut yang jelas dan tindakan nyata untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi rakyat.
4. Komitmen terhadap Pembangunan Berkelanjutan
4.1 Kebijakan Lingkungan
Dalam konteks global saat ini, pemimpin diharapkan untuk memiliki komitmen terhadap pembangunan berkelanjutan dan perlindungan lingkungan. Jokowi telah menghadapi kritik atas kebijakan yang dianggap merugikan lingkungan, seperti pembukaan lahan untuk proyek infrastruktur yang sering kali melibatkan deforestasi. Hal ini bertentangan dengan prinsip-prinsip kepemimpinan yang berorientasi pada keberlanjutan dan tanggung jawab terhadap generasi mendatang.
4.2 Kesejahteraan Sosial
Seorang pemimpin yang baik harus memperhatikan kesejahteraan sosial dan mengatasi ketimpangan. Meskipun Jokowi telah meluncurkan berbagai program sosial, banyak yang meragukan efektivitas dan keberlanjutan program-program tersebut. Ketidakmerataan pembangunan antara daerah dan kurangnya akses terhadap layanan dasar masih menjadi masalah utama yang perlu diatasi.
5. Kesimpulan: Membangun Karakter Pemimpin yang Lebih Baik