Mohon tunggu...
indra Tranggono
indra Tranggono Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

hobi menulis dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Seni Pilihan

Komikus Hasmi, Lebih dari Legenda "Gundala"

24 November 2024   13:29 Diperbarui: 24 November 2024   13:38 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Seni. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pilih "Tak Kaya"

Soal dokumentasi karya-karyanya (gambar aseli komik), Hasmi mengatakan dia tidak memilikinya. "Dulu belum ada foto kopi atau sistem penggandaaan lainnya. Waktu itu, yang saya kirim adalah gambar aslinya. Setelah gambar-gambar komik itu diubah menjadi film dan seng plat lalu dicetak, ya langsung dibuang oleh bagian percetakan. Sayang sekali," ujar Hasmi dengan wajah menyesal.

Celakanya, Hasmi pun tidak menyimpan komik-komik ciptaanya dalam bentuk cetakan. "Dulu ya punya, tapi sekarang ada di mana, saya tidak tahu. Pada tahun 1990-an saya pindah dari Kemetiran ke Karangwaru. Mungkin komik-komik saya tercecer entah di mana..." kembali dia menyesal.

Ketika masih sehat dan jauh sebelum meninggal  Hasmi mengaku, masih sanggup melukis tokoh-tokoh komiknya termasuk Gundala. "Saya bisa melukis mereka luar kepala. Saking hapalnya..." ujarnya.

Ditanya soal honor membuat satu buku komik, Hasmi mengatakan uang  yang dia terima sangat tinggi, untuk ukuran tahun 1970-an. "Honor untuk satu komik bisa untuk membeli satu sepeda motor buatan Jepang, yang waktu itu harganya sekitar Rp 400 ribu," ujar Hasmi yang mengaku melukis komik karena mendapat inspirasi dari Wid NS, kawan karibnya yang juga pelukis komik. Jika honornya itu disamakan dengan harga sepeda motor bikinan Jepang saat ini, maka nilainya mencapai Rp 16 juta. Tinggal kalikan saja dengan ratusan komik yang telah dibuat Hasmi.

Dengan penghasilan itu, Hasmi layak disebut orang kaya. Namun Hasmi tidak menggunakan uang itu untuk kepentingan pribadi,  investasi atau usaha lain. Hasmi mengaku, uangnya lebih banyak dipakai untuk untuk mencukupi kebutuhan hidup, membantu keluarga, ongkos pesrawungan sosial dan membiaya anak-anak asuh saya. Hasmi memang dikenal sangat menyayangi anak-anak. Beberapa anak tetangganya pun diangkat menjadi anak asuh.

Sikap sosialnya yang tinggi atau pilihannya menjadi pribadi yang solider, menjadikan Hasmi tidak sempat menabung uangnya. Hingga meninggal, dia tidak sempat membeli rumah. Dia pernah pindah-pindah rumah kontrakan. Dan, sebelum meninggal, dia bersama isteri dan dua anaknya tinggal di rumah milik orang tua isterinya. Dia memilih jalan hidup sederhana tapi bahagia.

Penulis Skenario

Pada tahuan 1980-an, masa kejayaan komik meredup alias surut. Faktor penyebabnya antara lain merebaknya industri televisi, film bioskop, dan membanjirnya komik asing (Amerika, Jepang). Atau perubahan pola pikir dan gaya hidup masyarakat yang semakin jauh dari komik. 

"Industri penerbitan buku komik benar-benar tepukul. Banyak penerbit komik,  harus gulung tikar," ujar Hasmi, dalam sebuah percakapan dengan penulis.  

Namun, Hasmi tetap melukis komik. Orientasinya tidak lagi penerbitan buku, melainkan media massa seperti majalah dan koran. Komik Hasmi pun hadir di beberapa media seperti majalah berbahasa  Djaka Lodhang  dan Panyebar Semangat , Harian Bernas Yogyakarta dan lainnya. Selain itu, Hasmi pun masih mengerjakan ilustrasi untuk penerbitan buku paket pelajaran. Dia mendapat "order" dari sebuah penerbit di Klaten, Jawa Tengah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun