Kalikan saja jumlah itu dengan ratusan komik yang dia ciptakan. Namun, ternyata dia tidak memilih menjadi kaya, dengan kekayaannya itu., uangnya justru dipakai untuk berbagai hal yang menyangkut kepentingan orang banyak. Begitulah sikap Hasmi yang berjiwa solider. Â
Hasmi identik dengan Gundala. Begitu pula sebaliknya. Keduanya sama-sama populer. Sama-sama jadi legenda. Betapa awetnya sang Gundala, tokoh fiktif itu, hidup dalam dunia imajinasi publik penggemarnya yang memang menyukai superhero.
Hero Selalu Dirindukan
Hero selalu dibutuhkan dan dirindukan dalam setiap zaman. Tak hanya pada saat masyarakat merasa tertindas, tapi juga saat masyarakat bebas. Sebab, pada dasarnya setiap manusia menyukai kebaikan dan kebenaran.Â
Untuk itu, sang pahlawan harus tampil dan menang melawan kekuatan jahat. Ketika sang hero berhasil menumpas kejahatan, hati manusia tak berhenti bersorak. Manusia merasa terbebas, meskipun sang hero itu tak lebih dari tokoh fiktif dalam komik. Termasuk Gundala-nya Hasmi.
Perasaan mengharu-biru pahlawan sangat menonjol seiring munculnya banyak superhero dalam komik Indonesia pada tahun 970-an. Tak hanya Gundala tapi juga Badra Mandrawata /Si Buta dari Goa Hantu (Ganes TH), Panji Tengkorak (Hans Jaladara), Parmin/ Joko Sembung (Djair Warni) dan superhero lainnya ciptaan Jan Mintaraga, Wid NS, Teguh Santosa. Watak "melodramatik" masyarakat Indonesia saat itu dapat dimaklumi karena baru saja lepas dari kehidupan Orde Lama yang cenderung kurang memberikan kebebasan bagi sebagian besar masyara.Â
Saat Orde Baru bangkit tahun 1966, sisa-sia perasaan "terkekang" itu masih mengendap. Maka, ketika dunia komik memroduksi tokoh-tokoh superhero, masyarakat langsung menyambut dengan antusias. Tokoh-tokoh superhero jadi wahana pembebasan.
Kehidupan superhero komik tetap berlanjut, saat Orde Baru berkuasa. Masyarakat masih membutuhkan "bulan madu" dengan para superhero, bahkan berlanjut hingga generasi penggemar itu menua atau banyak yang sudah meninggal. Namun kehidupan tokoh-tokoh superhero tak lantas berheni sampai di situ.Â
Generasi yang lahir kemudian pun menerima "warisan" para superhero itu, karena adanya reproduksi nilai yang tidak pernah berhenti. Â Begitu pula dalam kasus Gundala ciptaan Hasmi. Bahkan ketika Hasmi sudah off dari dunia komik, karena bebagai alasan, Gundala tetap hadir sebagai ikon kultural masyarakat.
Ki Ageng Selo
Hasmi yang akrab disapa Mas Nemo, Â menciptakan tokoh Gundala pada 1969. Â Meskipun dalam tampilan fisik diinspirasi dari sosok Flash ciptaan Gardner Fox dari DC Comics, Gundala hadir dengan karakter khas yang lekat dengan budaya Jawa-Yogyakarta.Â