Niat Baik Berujung Kecewa
Kini tidak sedikit yang mulai enggan meminjamkan uang meski kepada teman dekat atau kerabat. Belajar pada pengalaman masa lalu atau orang lain tentang ribetnya urusan pinjam-meminjam.Â
Tentu mulai munculnya krisis kepercayaan karena banyaknya kisah bermunculan dimana si peminjam ikrar terhadap utang, si peminjam yang seakan mengemis untuk meminta uangnya kembali, putusnya hubungan akibat utang ataupun kekecewaan lainnya.Â
Berkaca pada 2 kasus di atas, utang bisa membuat orang berpikir pendek. Kejadian ini tentu merugikan 2 belah pihak apalagi jika berujung pada tindakan kriminal. Saya akui urusan seperti ini seakan menguras waktu, tenaga dan pikiran.Â
Bayangkan si pemberi uang berharap bisa mendapatkan uang sesuai yang dijanjikan. Namun sudah meluangkan waktu dan tenaga untuk menagih namun berujung sia-sia. Bahkan emosi bisa terpancing ketika si peminjam justru lebih galak atau menghindar untuk ditagih. Saya pun sudah merasakan sendiri begitu lelahnya menagih utang kepada orang yang tidak sadar diri.Â
Mau mengikhlaskan cuma kita juga butuh uang tersebut, tidak diikhlaskan tapi ada yang mengganjal di hati. Posisi si pemberi uang jadi serba salah. Maka tidak salah ada istilah utang bisa jadi pemutus silahturahmi paling kejam. Hubungan semula baik bisa runyam karena utang.Â
Menjaga Hubungan Meski Terlibat Utang-Piutang
Meskipun terlibat utang-piutang sebenarnya hubungan bisa tetap terjalin baik seandainya antara si pemberi utang dan penerima utang memahami kondisi berikut.
Pemberi utang perlu memahami risiko dimasa depan. Ketika memberi utang maka akan ada risiko bahwa bisa terjadi uang tidak kembali sesuai harapan. Seandainya ini dipahami dengan baik setidaknya mental sudah siap jika kemungkinan buruk terjadi.Â