Menjaga keamanan utang, tidak ada salahnya ada kesepakatan tertulis. Kita paham bahwa manusia kerap lupa atau pura-pura lupa. Adanya kesepakatan tertulis bisa jadi pegangan kuat jika terjadi hal tidak diinginkan misalkan lupa atau lalai membayar utang.Â
Jika si pemberi utang memahami kondisi ini dan tidak ingin mengambil risiko. Tidak ada salahnya menyampaikan penolakan di awal atau memberikan bantuan seikhlasnya tanpa ada embel-embel pinjaman. Ini pula yang mulai saya terapkan.Â
Misalkan ada yang rencana meminjam uang 1 juta namun saya ragu jika si peminjam akan mengembalikan atau belum mengenal betul karakter si peminjam, maka saya lebih tertarik memberikan 100 atau 200 ribu sebagai bentuk empati secara cuma-cuma. Seandainya uang tidak balik, saya sudah ikhlas karena di awal niat memang memberi dan nilai kerugian pun tidak terlalu besar.Â
Dari sisi peminjam pun ada pakem yang perlu diperhatikan. Menjaga omongan atau janji adalah modal utama. Semakin ikrar maka risiko kehilangan kepercayaan orang lain akan besar. Jika memang dirasa rencana pembayaran meleset, mengkomunikasikan dengan pemberi pinjaman harus dilakukan.Â
Sebenarnya selagi komunikasi 2 arah terjalin dengan baik maka masih bisa dimaklumi. Selain itu alangkah baiknya si peminjam juga memberikan jaminan untuk antisipasi hal tidak diinginkan terjadi.Â
Ini terjadi pada teman saya dirinya berniat meminjam uang tapi agar aman ia menjaminkan gadgetnya. Ternyata ia merasa belum mampu membayar dan mengatakan bahwa gadget yang dijaminkan boleh diambil atau dijual untuk pengganti utang. Cara ini membuat saya tidak kecewa karena setidaknya ada solusi jika saya membutuhkan uang saya kembali.Â
***
Masalah utang piutang kerap dianggap sepele namun bisa berdampak besar. Sudah banyak kejadian dimana utang justru berakhir runyam.Â
Pinjam dulu seratus yang kerap terlontar ternyata jadi gambaran bagaimana orang menjadikan orang terdekat sebagai penopang ketika mengalami kesusahan, namun seratus bisa membawa dampak besar dari hubungan sosial.Â
Semoga Bermanfaat
--HIM--