Mohon tunggu...
H.I.M
H.I.M Mohon Tunggu... Administrasi - Loveable

Hanya orang biasa yang memiliki 1 hati untuk merasakan ketulusan, 1 otak untuk berpikir bijak dan 1 niat ingin bermanfaat bagi orang lain | Headliners 2021 | Best in Specific Interest 2021 Nominee

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Sudah Kuatkah Mental Anak Menghadapi Bullying di Sekolah?

6 Februari 2021   10:01 Diperbarui: 7 Februari 2021   20:20 1771
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kasus bullying di lingkungan sekolah bukanlah hal baru di dunia pendidikan. Kita pun mungkin pernah mengalami hal tersebut seperti semasa kecil teman memanggil kita dengan nama orang tua, atau memanggil kita dengan sebutan diluar nama kita seperti si gendut, si kurus, si botak, si jangkung dan sebagainya. 

Kasus pemberian nama seperti ini memang masih wajar mengingat seringkali sebutan yang diberikan oleh teman justru menjadi identitas yang membuat akrab satu dengan lainnya.

Hal yang mengkhawatirkan jika kasus bullying sudah berhubungan bentrokan fisik, hinaan atau tindakan yang mempengaruhi mental si korban. Contohnya seorang anak dikepung dan dikeroyok oleh teman sekelasnya, anak dijahili secara terus menerus oleh temannya atau adanya pemberian sebutan "anak miskin" yang tentu bermaksud merendahkan anak tersebut. 

Kondisi-kondisi seperti inilah yang bisa mengganggu kesehatan mental sehingga anak menjadi depresi, marah, ataupun kecewa. Pada kasus tertentu, anak yang tidak kuat mental terhadap kasus bullying yang menimpa dirinya tentu melakukan hal tidak terduga.

Ingatkah kita pada kasus seorang siswi SMP Negeri 147 Ciracas yang nekat bunuh diri dari lantai tiga sekolahnya karena diduga mengalami depresi dan kecewa dengan perbuatan teman-temannya. Kasus ini memang menyita perhatian publik hingga memunculkan #RIPNadila di linimasa twitter dan sosial media lainnya (Berita selengkapnya klik disini).

Kasus lainnya juga pernah terjadi di tanah air dimana seorang remaja di Polewali Mandar, Sulawesi Barat nekat menganiaya teman hingga tewas karena kesal sering dibully (Berita selengkapnya klik disini). Remaja tersebut kesal karena sering mengalami perundungan dari si korban sehingga berniat membalas perbuatan si korban dimana akhirnya si korban tewas dianiaya pelaku. Kasus bullying lainnya dapat diklik disini.

Kedua kasus ini memiliki satu permasalahan yang sama yaitu bullying mempengaruhi kesehatan mental anak. Ada anak yang bisa mengatasi masalah bullying yang dihadapi karena ulah teman-teman, ada yang memendam, ada yang melawan namun ada juga yang berakhir pilu dengan bunuh diri.

Tidak ada data pasti terkait jumlah kasus bullying yang menimpa anak usia sekolah di Indonesia namun berkaca pada pengalaman kita selama dulu sekolah. Kasus bullying sngat sering terjadi baik secara sadar atau tidak kita sadari.

Kenapa banyak kasus Bullying di Sekolah?

Berkaca pada pengalaman dan beberapa sumber yang saya baca. Tingginya kasus bullying di sekolah karena mereka berinteraksi dengan teman seumuran. Oleh karena itu mereka tidak memiliki batasan khusus tentang cara berperilaku dengan teman sebaya. Ini berbeda jika mereka berinteraksi dengan orang lebih tua maka mereka lebih senggan dan menjaga etika. 

Disisi lain karakter anak kecil yang aktif, tidak mau diatur serta sering berbuat onar (kenakalan) menjadi alasan lain mereka melakukan suatu tindakan yang dianggap unik atau berbeda. Ketika mereka bertemu anak pendiam, mereka akan suka mengganggu; ketika bertemu teman yang memiliki ukuran tubuh besar, mereka akan suka melakukan body shaming dan sebagainya.

Selain itu ketika seorang anak memiliki teman yang satu frekuensi dengan mereka maka ada kecenderungan untuk membentuk geng bermain atau berinteraksi. Dirinya menyadari ketika dirinya memiliki sekumpulan teman maka dia memiliki pengaruh dan kekuatan yang besar. 

Alhasil si anak sering melakukan  bullying atau tindakan mengganggu teman sebayanya. Siapa yang jadi korban? Tentu mereka yang dianggap tidak berdaya atau lemah. Inilah mengapa banyak kasus seorang anak dibully oleh segerombolan teman sebayanya. 

Apa yang harus kita lakukan?

Bagi orang tua, guru ataupun kita yang lebih dewasa memiliki kontribusi untuk mencegah dan melakukan preventif tindakan bullying di sekolah. Teringat momen teman kampus saya dari jurusan Psikologi membuat program pengabdian masyarakat tentang edukasi seputar bullying dengan metode boneka karakter. Mereka mengedukasi peserta didik tentang apa itu bullying, dampak dan bahayanya melakukan bullying. 

Khusus untuk orang tua, ada beberapa upaya yang bisa di lakukan untuk mencegah anak menjadi korban bullying atau mengkuatkan mental anak terhadap kasus bullying. Apa saja itu? 

#1. Sharing session dengan anak menjelang tidur

Tindakan ini selain untuk memperkuat komunikasi antara orang tua dan anak namun juga menjadi media informasi terkait aktivitas anak sepanjang hari. Malam hari menjelang tidur adalah saat yang tepat karena disini anak ingin diperhatikan oleh orang tua serta kadangkala anak sebelum tidur sering memikirkan segala sesuatu dan merenung diri. 

Teman kerja saya yang seorang ibu sering membagikan postingan dirinya tengah mengobrol dengan anaknya menjelang tidur. 

"Tadi pagi kakak di sekolah ngapain aja? "

"Di sekolah siapa teman dekat kakak trus ada yang nakal ke kakak gak? "

"Kakak tadi berbuat nakal gak ke teman? "

Pertanyaan sederhana ini bisa memancing informasi terkait apa yang sedang dilakukan anak selama ini. Kita tahu bagaimana teman sebaya memperlakukan anaknya atau mungkin anaknya melakukan tindakan yang tanpa ia sadari adalah bagian dari bullying. 

Pada kasus yang menimpa siswi di Jakarta kita belajar bahwa seharusnya tindakan bunuh diri bisa kita cegah seandainya orang tua membangun komunikasi 2 arah dan mencari tahu apa yang terjadi pada diri si anak. 

Si anak pasti mengalami depresi mendalam yang tidak bisa diutarakan sehingga dirinya memendam kekecewaan dan sakit hati kepada temannya seorang diri. 

Manusia juga memiliki kapasitas masing-masing. Ketika bullyan sudah sangat menggangu tanpa ada orang disekitarnya yang peduli maka kasus seperti yang dialami siswi di Jakarta bisa saja terulang kembali. 

#2. Ajarkan Bela Diri Pada Anak

Ini yang diterapkan kakak saya kepada anaknya yang perempuan. Tujuannya agar si anak bisa membela diri atau menghindari diri dari gangguan teman sebayanya. 

Seperti yang saya infokan sebelumnya kasus bullying kerapkali terjadi kepada pihak yang dianggap lemah. Ketika mereka menemukan orang yang dianggap kuat, mereka akan berpikir ulang untuk menggangu atau membully si anak tersebut. 

Ada banyak beladiri yang bisa dibekali oleh si anak seperti Karate, Pencak Silat, Taekwondo, dan ataupun beladiri lainnya. Selain bertujuan untuk membela diri dari ancaman orang lain, bisa jadi cara ini membuat si anak bisa berprestasi di bidang olahraga.

# 3. Kisahkan Pengalaman Diri Mengatasi Bullying Pada Anak

Cara ini bertujuan untuk menguatkan mental si anak melalui kisah orang lain. Kita orang yang lebih dewasa pasti sudah memiliki banyak kisah suka duka selama sekolah. Bisa jadi kita pernah menjadi korban bullying dan sudah melalui masalah tersebut dengan baik. Pengalaman bagaimana kita menghadapi atau melalui kasus bullying di sekolah sangat diperlukan oleh anak. 

"Kamu tau gak Om Budi sama Papa dulu tu sering berantem di sekolah. Om Budi dulu sering jahilin Papa. Tapi sekarang kita jadi sahabatan"

"Dulu kakak sering diejek gendut atau badan gajah sama teman. Tapi kakak jadikan motivasi buat diet. Sekarang banyak yang naksir sama kakak"

Contoh cara seperti ini mengajarkan bahwa kadang bullying yang dia alami juga dirasakan oleh banyak orang. Bahkan bisa jadi pengalaman bullying itu ada yang berakhiran manis seperti musuh menjadi sahabat setelah besar atau menjadikan ejekan menjadi motivasi untuk memperbaiki diri. 

Itulah beberapa hal yang bisa kita terapkan agar kasus bullying anak di sekolah bisa berkurang atau setidaknya mental anak telah terbentuk kuat menghadapi kasus bullying yang menimpa dirinya. 

Semoga bermanfaat

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun