Dalam dua bulan ini, saya runtang-runtung dengan sejumlah narasumber utama langit politik Jakarta. Ilmu sejarah mengajarkan berinteraksi dengan tokoh-tokoh penguasa alam demokrasi itu.Â
Mereka saya perlakukan sebagai informan atau narasumber. Saya sembilan tahun menjadi peneliti dan analis politik, selain aktif di sejumlah organisasi masyarakat sipil.Â
Metodologi  yang saya gunakan dalam memahami fenomena, peristiwa atau realitas politik kontemporer, semakin kaya. Plus "terjun bebas" sebagai politisi dalam sepuluh tahun ini, seolah membawa saya sebagai participant researcher (peneliti yang terlibat).
Apa yang saya cari dalam dua bulan ini?
Ya, siapa lagi kalau bukan Wakil Gubernur DKI Jakarta yang kosong itu. Lingkaran politik yang paling menentukan adalah Partai Gerindra dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).Â
PKS sudah mengajukan dua calon, sementara Gerindra belum disampaikan ke publik (unofficial). Namun, dari "pengelanaan" politik yang saya lakukan, satu nama sudah keluar dari Jalan Kartanegara.
Siapa?
Arnes J Lukman. Pria kelahiran Padang Panjang, Sumatera Barat, tanggal 2 Juni 1969 ini, adalah blasteran Minang dan Batak. Saya lupa suku asli ibunya.Â
Suku kakeknya Piliang, sebagaimana Agus Salim, Tan Malaka, Harun Zain, hingga Zainal Bakar. Atau, jangan-jangan dengan menyebut Piliang itu, narasumber saya sedang maangkek talue (berbual-bual).Â
Ayahnya bermarga Nasution. Berasal dari daerah hujan tempat akar Gunung Marapi, Gunung Singgalang dan Gunung Tandikat bertemu, dengan tradisi pedagogi pendidikan Islam laki-laki dan perempuan termoderen di kawasan Asia Tenggara. Arnes memiliki pesantren besar di kampungnya.
Saya ingin tahu lebih jauh tentang keluarganya. Kakeknya ternyata seorang pendekar yang ditakuti dalam era Pemerintahan Revolusioner Rakyat Indonesia (PRRI). Dalam perang ini, kakeknya terbunuh oleh pasukan tentara pusat pimpinan Ahmad Yani yang mendapatkan perintah dari Abdul Haris Nasution.Â