Mohon tunggu...
Indra Agusta
Indra Agusta Mohon Tunggu... Wiraswasta - hologram-Nya Tuhan

Cantrik di Sekolah Warga, Suluk Surakartan dan Sraddha Sala

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menikah dan Segala Kerumitannya

31 Juli 2020   10:54 Diperbarui: 1 Agustus 2020   10:59 343
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Peran momentum ini kadang juga tercipta karena terjadinya kehamilan di luar nikah, atau diciptakan lewat dijodohkan orang tua, ditunjuk oleh sesepuh, kyai atau pendeta yang diamini oleh orang tua, atau Aji mumpung mumpung dekat dengan cewek yang kira-kira bisa menambal kehancuran keluarga mereka dan ke alasan klasik materialistis. Akhirnya pernikahan harus terjadi begitu saja.

Momentum selanjutnya adalah ya sama-sama single, sudah cocok trus kemana lagi kalo gk nikah, kayaknya lebih baik nikah, dan melahirkan bayi-bayi yang tak kalah ampuhnya dengan orang tua mereka lalu terjadilah. Ubermensch kalo istilahnya Nietzsche

Logika Dan Komitmen

Selain beberapa faktor diatas secara subjektif saya selalu percaya bahwa menikah itu urusan logika, urusan nalar. Dimana hampir semua perhitungannya adalah yang masuk nalar manusia, termasuk dogma-dogma yang lintas ke urusan non logik. Tapi tetap saja semua dimasukkan dalam kaidah bernama logika. Menghitung banyak hal, sampai akhirnya keputusan finalnya ditabrak oleh momentum, sebuah keharusan  yang kadang membingungkan bagi mereka yang tidak siap.

Membingungkan merka yang sudah bertahun-tahun membangun, atau membingungkan mereka yang baru kenal tapi harus dijodohkan orang tua. Lalu logika + momentum akan menghasilkan kejadian kejadian yang menarik, entah baik atau semakin ambyar, disini daya dukung analisis seseorang untuk memastikan pasangan itu cocok tidak akan diuji, kemungkinan-kemungkinannya.

CINTA

Selanjutnya kata ini, kata yang bagi banyak orang dijadikan alasan mendasar untuk melaju ke pernikahan. Meskipun disadari atau tidak disadari Cinta itu sangat tidak logis, cair, datang semau-maunya seperti edar planet tadi.

Cinta itu entitas yang mengkoneksikan semua mahkluk. Dalam kadar yang berbeda-beda, tapi cinta memang demikian adanya menemani manusia dalam ragam misteriNya. Cinta dalam makna luas seperti Matahari kepada rerumputan, tanah kepada kaki-kaki yang melangkah, atau  udara kepada manusia demikianlah sebenarnya cinta bermula pada sesuatu yang abadi, dan membersamai tanpa pretensi.

Jika disusun dari sini berarti Cinta hanya membutuhkan momentum, hulu ledak karena tidak bisa diukur dengan logika, sebenarnya intimasi muaranya dari sini. Dan semoga ketika kalian menikah menemukan yang sesuai dengan logika sekaligus dia yang mencintaimu. Karena dua term ini berbeda tempat, berbeda dimensi.

Sujiwo Tejo yang merepresentasikan Cinta dan Menikah sebagai dua terminologi yang berbeda.

"Menikah itu nasib, mencintai itu takdir. Kamu bisa berencana menikahi siapa, tapi tak dapat kau rencanakan cintamu untuk siapa."

Dan tak jarang mendengarkan cerita seorang yang menjelang pernikahannya justru ditabrak urusan soal memilih cinta atau menikah. Menikah karena mempertahankan sejarah tetapi bosan, atau memilih cinta yang membuat hidupnya lebih berwarna. Dan berbahagialah mereka yang menemukan cinta dan menikah dalam satu jasad pasangan kalian. Karena tak banyak yang demikian, kebanyakan hanya "bertahan" mempertahankan sejarah, anak, atau dominasi etis yang tabu ketika bercerai, mencoreng nama keluarga dan sebagainya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun