"Buset, ini karyawan apa robot?"Â Marko terbelalak melihat laporan lembur bulan lalu. Belum seminggu ia diterima bekerja di kantor ini. Posisi kepala HRD bukan yang pertama baginya. Dan biaya lembur untuk seorang staf, dinilainya tak masuk akal.Â
"Oh, namanya Melani Tan. Dia pasti staf senior. Kuterka orangnya kolot dan judes!" gumam Marko.Â
Hari itu, Marko berniat menemui Melani. Kata-kata bijak dan nasehat telah tersusun di ujung lidah. Dalam benaknya, Melani harus diberi pengarahan. "Ibu-ibu ini harus tahu, apa makna efektivitas dan efisiensi kerja!"Â
Mulanya Marko berencana memanggil Melani ke ruang HRD. Namun personal approach, sepertinya akan lebih efektif. Ia pun segera menuju kantin, di mana para karyawan biasa menghabiskan jam makan siang.
"Permisi, Bu Melani?" Marko menyapa lembut karyawati setengah baya, dan bertubuh sintal di meja kantin.Â
"Sis, bedakku ketebelan ga sih?"Â Karyawati itu tidak menjawab Marko, ia masih sibuk mengambil foto selfie. Dua orang rekan di depan meja, terlihat menggeleng kepala.
Marko yakin, karyawati itu pasti Melani. Ia mengambil duduk di sebelahnya. Namun belum sempat ia bertanya, karyawati tersebut berkata,"Pak, Melani tak mungkin makan di kantin. Dia kan robot."Â
Marko kaget, ia beranjak dengan wajah dongkol. Meninggalkan tiga karyawati yang masih cekikikan pada gadgetnya masing-masing. "Wah, kacau!"Â
Melani baru selesai mencuci kotak makan siangnya di pantry. Ia menatap heran pada karyawan yang duduk di ruangannya. Tak pernah ada yang berkunjung, selain untuk mengantar berkas. Namun di jam makan siang, tentu kian terasa janggal.Â
"Mencari saya, Pak?" Tanya Melani.Â
Marko terpaku. Kata-kata bijak di ujung lidah, tertelan ke kerongkongan. Melani tidak serupa dugaannya. Ia masih muda, cantik, dan bersahaja. "Bidadari?"