"Siap! Komar, sisa 9. Wanggai, sisa 8. David, komplit 10. Budi, sisa 9. Komandan Jack, komplit 10. Dan saya, sisa 9!" lapor Amir.Â
Jack mulai membuka map biru di atas meja, ia memilah-milah lembar demi lembar kertas laporan. Tidak sepatah kata pun keluar dari mulutnya. Ia terlihat sangat serius di hari itu.Â
"David, Budi, Wanggai, kalian boleh keluar ruangan, ambil kembali pistol kalian," ucap Jack.
Terlihat, Amir dan Komar saling menatap dan kebingungan. Terlebih ketika Jack mengambil pistol dan peluru mereka, seraya beranjak pergi keluar ruangan. Â
Begitu keluar pintu, Jack berkata pada dua petugas di depan, "amankan mereka berdua, saya mau ijin untuk interogasi nanti malam."
Langkah Jack memasuki ruangan arsip. Ia pening bukan main, melihat banyaknya rak arsip dan tumpukan dokumen yang tengah di rapihkan petugas. Bolak-balik ia berkeliling, akhirnya menyerah juga.Â
"Sersan, berikan aku berkas Letnan Amir dan Letnan Komar. Dua jam ya? harus sudah ada di mejaku," pinta Jack.
Sore itu, Jack menanti berkas di meja kerjanya. Ia tak bernafsu menenggak secangkir teh hangat di di atas meja. Pikirannya menerawang, pada situasi di malam sebelum Franky terbunuh. Iapun menyesal, telah mengambil tugas lain. Hingga lalai mengawasi korban.Â
Jemari Jack, bersiap menyalakan rokok di tangan, tetapi niatnya terhenti. Saat pintu ditendang keras oleh Komisaris Polisi Dadang. Iapun menjelang ke hadapan Jack dengan wajah masam.Â
"Gegabah! anggota sendiri kamu tahan! kamu sudah ke TKP belum? kamu sudah selidiki belum?!" omel Komisaris Polisi Dadang.
"Ndan, saya sudah gagal melindungi saksi. Dan saya tak mau gagal menemukan pembunuhnya. Sebelum matahari tinggi, besok saya akan serahkan hasil penyelidikan di meja Komandan," jawab Jack.Â