"Jack, biar kutemani kau ke rumah tersangka," ucapnya berbisik.
Perkebunan sawit, di tepi kampung yang sepi. Tampak bangunan semi permanen beratap seng yang terlihat kumuh. Aroma menyengat menusuk hidung, membuat Jack kembali meminta Vino menunggu di mobil.Â
AKBP Togar dan Jack bergegas menuju rumah tersebut. Tiba di pintu depan yang masih terpasang garis polisi, Jack melihat ke sekeliling dan menemui jejak kaki yang masih baru di samping rumah.Â
"Jack, garis polisi masih terpasang. Tak ada siapapun di dalam," teriak AKBP Togar.
"Buka saja pintunya," pinta Jack.Â
AKBP Togar masuk ke dalam, melangkah berhati-hati dan memeriksa ruangan yang sudah kosong. Beliau terlihat bersiaga, tangan berada pada posisi mencabut pistol.
Dugaan Jack, mungkin benar karena pintu belakang terlihat tidak tertutup rapat. AKBP Togar masuk lebih dalam ke belakang. Tiba pada sekat salah satu ruangan, beliau mendengar suara nafas tersengal.Â
Dan, tiba-tiba sebuah parang panjang mengayun tepat di depan wajah beliau. Hampir saja mengenai leher. Refleks, AKBP Togar mencabut pistol dan mengambil posisi menembak.Â
"Brukk," sosok tersangka sudah roboh di terjang Jack.Â
"Jangan sampai buang peluru, uang negara itu!" ujar Jack.
"Aku mau pakai gagangnya sajapun," jawab AKBP Togar.Â
AKBP Togar segera mengamankan tersangka, beliau memasangkan borgol dan segera memanggil bantuan. Lalu, memperbaiki posisi tubuh tersangka dan berusaha membuatnya siuman.Â