Mereka berpisah di Melaka, tangis Wako pecah saat kapal Hang Ramo meninggalkan dermaga. Dengan bekal yang lebih dari cukup, Ia pun segera pulang menumpang kapal lain menyeberang ke Siak melalui pulau Bengkalis.
Sepuluh tahun berlalu, kini Hang Ramo di percaya sultan sebagai panglima angkatan laut. Tugas dan tanggung jawab besar untuk memastikan keamanan laut di pesisir timur Swarna Dwipa.
Puluhan Lanun dari ujung muara sugihan, Musi dan kepulauan lingga telah beliau taklukan. Memastikan kapal-kapal yang melintas aman dan terlindung saat hendak masuk dan keluar sungai.
Dari sungai Batanghari, sungai Musi hingga tanjung api api telah beliau lindungi dari ulah para Lanun atau perompak.
Kabar kehebatan Hang Ramo terdengar ke telinga Baginda Sultan penguasa Siak hingga Belawan. Beliau meminta bantuan Hang Ramo untuk mengusir Lanun dari muara sungai Siak yang sangat meresahkan.
Lanun yang terkenal bengis dan sadis, ditakuti pedagang-pedagang asing yang melintas dari Melaka. Bahkan armada kerajaan dinasti Ming yang melindungi Melaka, dibuat tak berdaya.
Julukan Raja Lanun pun melekat pada pemimpin mereka, yang dikenal sakti mandraguna karena selalu berhasil memukul mundur pasukan kesultanan, pasukan dinasti Ming dan pasukan Portugis yang hendak menangkapnya.
Jika tuan hendak pergi, pergilah ke teluk kuantan
Menikmati matahari, di lepas luas samudera
Sirih pinang di atas peti, dinikmati raja dan sultan
Peti emas dalam lemari, tak guna jika Tuan binasa
Wako mengancam seorang saudagar dengan parang yang sangat panjang lagi tajam. Hingga kapal Wako pergi setelah menguras perbekalan dalam kapal saudagar tersebut.
Di tepi muara Siak, Hang Ramo telah menanti kapal lanun melintas, beliau bersiasat untuk menyergap kapal lanun tersebut sebelum masuk ke dalam sungai.
Pertempuran sengit tak terelakan, meriam dan anak panah beterbangan layaknya deras hujan. Hingga kedua kapal merapat semakin dekat, mulailah parang dan pedang, badik dan keris mengayun menari-nari di antara pasukan Hang Ramo dan Raja Lanun Wako.