Mohon tunggu...
Indiera Rizky Dwirani
Indiera Rizky Dwirani Mohon Tunggu... Mahasiswa - MAHASISWI UNIVERSITAS MERCU BUANA | PRODI S1 AKUNTANSI | NIM 43223010148

Mata Kuliah: Pendidikan Anti Korupsi dan Etik UMB. Dosen Pengampu: Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG Universitas Mercu Buana Meruya Prodi S1 Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

TB 2 - Kebatinan Ki Ageng Suryomentaram Pada Upaya Pencegahan Korupsi dan Transformasi Memimpin Diri Sendiri

28 November 2024   17:30 Diperbarui: 28 November 2024   17:30 309
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam ajaran Ki Ageng Suryomentaram, ego dianggap sebagai sumber dari banyak masalah dalam kehidupan manusia. Ego, yang sering kali diartikan sebagai rasa diri yang berlebihan, mengarah pada perasaan bahwa seseorang lebih unggul atau lebih berhak daripada orang lain. Perasaan ini adalah cikal bakal perilaku tidak adil, termasuk korupsi. Korupsi adalah tindakan mengambil sesuatu yang bukan haknya, yang jelas bertentangan dengan prinsip moral dan etika yang benar. Dalam dunia yang dipenuhi oleh godaan materialistis, ego sering kali membuat seseorang merasa tidak puas dengan apa yang mereka miliki, dan dorongan untuk memiliki lebih banyak membuat mereka tergoda untuk mengambil jalan pintas melalui tindakan yang melanggar hukum dan etika, seperti suap, pemerasan, atau penyalahgunaan jabatan. 

Korupsi, pada dasarnya, adalah tindakan yang dipengaruhi oleh dorongan ego yang tidak terkendali. Seorang pejabat yang merasa berhak atas harta negara atau yang merasa perlu untuk mempertahankan gaya hidup mewahnya mungkin merasa tergoda untuk menyalahgunakan kekuasaannya demi keuntungan pribadi. Begitu juga dengan individu yang terjebak dalam ketamakan atau keinginan untuk mendapatkan lebih banyak daripada yang mereka butuhkan. Ajaran Ki Ageng Suryomentaram mengajarkan bahwa cara terbaik untuk mengatasi hal ini adalah dengan mengendalikan ego dan kembali pada keseimbangan batin yang lebih dalam, yaitu kedamaian dalam diri yang lahir dari pemahaman yang bijaksana tentang kebutuhan dan keinginan. 

2. Pengendalian Ego Melalui Ngelmu Rasa (Ilmu Rasa) 

Salah satu cara yang diajarkan oleh Ki Ageng Suryomentaram untuk mengendalikan ego adalah melalui ngelmu rasa, yang dapat diterjemahkan sebagai ilmu rasa atau seni dalam merasakan perasaan dan pikiran dalam diri. Ngelmu rasa mengajarkan kita untuk menyadari dan memahami perasaan kita secara mendalam. Dalam konteks pencegahan korupsi, ngelmu rasa dapat digunakan untuk mengenali dorongan ego yang muncul dalam diri kita. Misalnya, kita dapat merasakan saat kita mulai merasa iri atau merasa lebih berhak dari orang lain. Ketika perasaan ini muncul, kita diberi kesempatan untuk menilai apakah tindakan yang ingin kita ambil berasal dari dorongan ego yang tidak terkendali atau apakah itu merupakan keputusan yang datang dari niat baik dan kesadaran moral. 

Melalui ngelmu rasa, seseorang dapat belajar untuk membedakan antara dorongan yang datang dari ego dan keputusan yang datang dari hati yang bersih. Ketika seseorang merasa tergoda untuk melakukan tindakan koruptif karena alasan keinginan pribadi atau kebutuhan ego, ngelmu rasa mengajak kita untuk berhenti sejenak dan merenung. Dengan introspeksi yang mendalam, kita bisa menyadari bahwa tindakan tersebut tidak akan membawa kebahagiaan sejati, melainkan justru menambah beban batin yang pada akhirnya hanya memperburuk keadaan.  

3. Perasaan Superioritas dan Kesadaran Diri 

Ego sering kali menciptakan perasaan superioritas dalam diri seseorang. Perasaan ini muncul ketika seseorang merasa lebih unggul atau lebih berhak atas sesuatu dibandingkan orang lain. Ini adalah salah satu alasan mengapa banyak orang yang terlibat dalam perilaku koruptif merasa bahwa mereka berhak untuk menerima suap atau menggunakan kekuasaan mereka untuk keuntungan pribadi. Ego mereka mengaburkan pandangan mereka tentang keadilan dan kesetaraan, sehingga mereka tidak lagi melihat orang lain sebagai sesama manusia yang memiliki hak yang sama. 

Ki Ageng Suryomentaram mengajarkan untuk selalu merendahkan hati dan mengingat bahwa semua orang, tanpa terkecuali, memiliki kedudukan yang sama di hadapan Tuhan. Tidak ada yang lebih berhak daripada orang lain. Dengan merendahkan ego, seseorang dapat mengatasi perasaan superioritas ini dan menghindari tindakan yang merugikan orang lain demi kepentingan pribadi. Jika seseorang menyadari bahwa mereka tidak lebih baik dari orang lain, mereka akan merasa lebih rendah hati dan lebih menghargai hak orang lain, termasuk hak mereka untuk tidak dibohongi atau dieksploitasi. 

Dalam konteks korupsi, pengendalian ego membantu menghapuskan perasaan bahwa seseorang berhak mendapatkan keuntungan dari kedudukan atau posisinya. Mengingat bahwa setiap orang berhak untuk diperlakukan dengan adil, maka kita tidak akan tergoda untuk melakukan tindakan yang merugikan orang lain, seperti mengambil uang negara yang seharusnya digunakan untuk kepentingan umum. 

4. Mengatasi Tekanan Sosial dan Pengaruh Eksternal 

Korupsi sering kali muncul bukan hanya dari dorongan internal, tetapi juga dari tekanan eksternal. Tekanan dari atasan, kolega, atau bahkan budaya korupsi yang ada di sekeliling kita bisa membuat kita merasa terpaksa untuk melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan nilai-nilai moral kita. Namun, dalam ajaran Ki Ageng Suryomentaram, pengendalian ego memberi kita kekuatan untuk bertahan dalam menghadapi tekanan tersebut. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun