Â
Pendahuluan
Anak merupakan amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa yang harus dijaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan hak- hak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi. Anak-anak merupakan generasi bangsa yang akan datang, kehidupan anak-anak merupakan cermin kehidupan bangsa dan negara. Kehidupan anak-anak yang diwarnai dengan keceriaan merupakan suatu cermin suatu negara memberikan jaminan kepada anak-anak untuk hidup dan berkembang sesuai dengan kehidupan anak-anak itu sendiri. Sedangkan keadaan anak-anak yang diwarnai dengan keadaan tertekan, trauma, merupakan cermin suatu negara  yang  tidak peduli terhadap anak-anak sebagai generasi bangsa yang akandatang.
Anak-anak merupakan manusia kecil yang juga memiliki hak atas hidupnya, maka sudah menjadi kewajiban bagi orang tua, masyarakat dan negara untuk memenuhi hak anak. Pemenuhan hak anak dan pemberdayaan anak umumnya adalah investasi sosial yang hasilnya baru akan terlihat sekian tahun kemudian.[1] Sehingga jika menginginkan masa depan anak yang lebih baik maka perlu untuk diperhatikan dan dipenuhi haknya sejak dini.
Hak asasi anak merupakan hak asasi manusia yang termuat dalam KHA (Konvensi Hak Anak) tentang perlindungan anak.Konvensi Hak Anak adalah perjanjian yang mengikat secara yuridis dan politis diantara berbagai negara yang mengatur hal-hal yang berhubungan dengan hak anak. Tahun 1979 merupakan tahun dimana perumusan Konvensi Hak Anak dilaksanakan dan disahkan oleh PBB pada tanggal 20 November 1989.[2]
 Hak merupakan sesuatu yang semestinya didapatkan dari orang lain untuk dirinya. Dalam KHA terdapat empat prinsip perlindungan terhadap anak, yaitu:3
- Non diskriminasi, artinya semua hak yang diakui dan tekandung dalam KHA harus diberlakukan kepada setiap anak tanpa perbedaan apapun.
- Yang terbaik bagi anak (best interest of the child), artinya bahwa dalam semua tindakan yang menyangkut anak, maka apa yang terbaik bagi anak haruslah menjadi pertimbangan yang utama.
- Kelangsungan hidup dan perkembangan anak (survival and development), artinya bahwa hak hidup yang melekat pada diri setiap anak harus diakui dan bahwa hak anak atas kelangsungan hidup dan perkembangannya harusdijamin.
- Penghargaan terhadap pendapat anak (respect the views of thechild), maksudnya bahwa pendapat anak, terutama jika menyangkut hal-hal yang mempengaruhi kehidupannya, perlu diperhatikan dalam setiap pengambilan keputusan.
Poin ke 3 menyampaikan bahwa hak anak atas kelangsungan hidup dan perkembangannya harus dijamin.Perkembangan anak termasuk diantaranya perkembangan intelektual pendidikannya, setiap anak berhak untuk mendapatkan pendidikan. Pendidikan mendasar yang dapat diikuti oleh anak-anak adalah PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini). Seperti yang tecantum dalam Amandemen UUD 1945 pasal 28 ayat 2 menyatakan bahwa "setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan diri dari kekerasan dan diskriminasi".[3]
- Hakikat  AnakÂ
Menurut Undang-Undnag Perlindungan Anak nomor 23 tahun 2002 mendefinisikan anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun termasuk anak yang masih dalam kandungan.[4] Dalam memahami anak, setidaknya terdapat dua perspektif utama, yaitu : 1) anak sebagai fenomena biologis (dan psikologis), dan 2) anak sebagai fenomena sosial (dan legal). Untuk mengetahui kedua perspektif secara benar akan kita bahas satu persatu.
- Perspektif anak dari fenomena biologis-psikologis
Sebagai fenomena biologis (dan psikologis), anak dipersepsikan sebagai manusia yang masih berada dalam tahap perkembangan yang belum mencapai tingkat yang utuh.Kondisi fisik, organ reproduktif, kemampuan motorik, kemampuan mental dan psiko-sosialnya dianggap masih belum selesai. Untuk memahami anak dari perspektif biologis (dan psikologis), kategori anak biasa di sub-klasifikasikan ke dalam beberapa tingkat perkembangan seperti masa bayi, balita, kanak-kanak, remaja awal, remaja akhir, dan seterusnya.
- Perspektif anak dari fenomena sosial-legal
Sebagai fenomena sosial (dan legal), anak, karena tingkat perkembangan mental dan psikososialnya, dianggap tidak mempunyai kapasitas untuk melakukan tindak sosial (dan legal) tertentu.Namun sebagai fenomena sosial (dan legal), sub-klasifikasi seperti itu tidak dikenal. Dalam perspektif legal, anak merupakan satu fenomena tunggal. Dalam hal ini anak hanya dipertentangkan dengan orang dewasa yang dianggap sudah sepenuhnya mampu melakukan tindakan (legal) tertentu.Perbedaan antara anak dan orang dewasa biasanya dipatok dengan batas umur tertentu. Batas umur tersebut berbeda-beda bergantung pada jenis tindakan yang dilakukan. Misalnya untuk dianggap mempunyai kapasitas melakukan suatu tindak kejahatan ditetapkan suatu batas umur yang mungkin berbeda dengan batas umur yang ditetapkan untuk melakukan perkawinan, dan seterusnya.Â
Berdasarkan tinjauan dan perspektif yang telah dikemukakan di atas, lalu perspektif manakah yang sebaiknya digunakan upaya memenuhi hak-hak anak? Bagi orang tua, pendidik, dan tenaga pendamping anak, baik pendekatan biologis maupun pendekatan yang berdasarkan pada perspektif sosial (dan legal) perlu dilakukan secara bersamaan. Namun begitu, perlu di ingat bahwa keduanya harus ditempatkan pada proporsi masing-masing. Untuk kegiatan pengembangan kapasitas (fisik, mental, sosial, moral dan sebagainya), merupakan suatu tuntutan mutlak untuk memperhitungkan tingkat-tingkat perkembangan biologis (dan psikologis) pada tahapan umur yang berbeda. Perbedaan karakter perkembangan pada tingkat umur tertentu.telah dijelaskan oleh semua ahli perkembangan (fisik dan psikososial), menuntut respons yang berbeda karena kebutuhan yang berbeda. Balita umpamanya, mempunyai kebutuhan menu (dan perhatian psikologis) yang berbeda dari kebutuhan menu (dan psikologis) anak yang berada pada tingkat perkembangan remaja-awal.
- Batasan dan Karakteristik Anak