Mohon tunggu...
Indar Cahyanto
Indar Cahyanto Mohon Tunggu... Guru - Belajar

Belajarlah untuk bergerak dan berkemajuan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Ketika Literasi Menjadi Gerakan

3 Agustus 2022   13:27 Diperbarui: 3 Agustus 2022   13:33 287
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Rasanya pegiat literasi ataupun orang yang senang membaca dan menulis menghendaki persoalan literasi telah menjadi budaya di negeri ini. Tapi nyatanya masalah literasi masih belum mencapai harapan yang membanggakan masih kalah dengan tontonan sinetron, model fashion yang sekejab menjadi viral.

Bisa kita lihat ketika sekumpulan anak remaja yang datang dari daerah seputar Jakarta dengan model fashion yang mereka kenakan tiba-tiba mendadak viral di media social dengan sebutan trend Citayam Fashion Week di Dukuh Atas. 

Kemudian tren mode Fashion week digelar di beberapa kota di Indonesia dengan muatan ragam daerah masing-masing. 

Coba kita bandingkan dengan literasi yang belum viral bagi penduduk di negri ini terutama dikalangan remaja.

Kemudian pertumbuhan media social seperti tiktok, Facebook, Instagram yang dominan di dunia maya di negeri ini. 

Sisi yang lain orang lebih banyak membaca di media social ketimbang membaca dalam bentuk teks buku digital ataupun cetak. Dominan mereka literasi dengan menggunakan media social yang lebih utama dalam memcari berita atau informasi. Hal-hal yang instan dan menguntungkan lebih utama ketimbang literasi.

Padahal persoalan membaca dalam Agama Islam sudah diintisarikan dalam surat Al Alaq ayat 1-5 yang artinya "Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan!, 

Dia menciptakan manusia dari segumpal darah, Bacalah! Tuhanmulah Yang Mahamulia, yang mengajar (manusia) dengan pena, Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya."

Dalam kajian tafsir kemenag dijelaskan bahwa Allah memerintahkan manusia membaca (mempelajari, meneliti, dan sebagainya.) apa saja yang telah Ia ciptakan, baik ayat-ayat-Nya yang tersurat (qauliyah), yaitu Al-Qur'an, dan ayat-ayat-Nya yang tersirat, maksudnya alam semesta (kauniyah). 

Membaca itu harus dengan nama-Nya, artinya karena Dia dan mengharapkan pertolongan-Nya. Dengan demikian, tujuan membaca dan mendalami ayat-ayat Allah itu adalah diperolehnya hasil yang diridai-Nya, yaitu ilmu atau sesuatu yang bermanfaat bagi manusia.

Jelaslah banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan oleh setiap orang di negri ini dalam membangun peduli akan literasi. 

Hal ini bisa dilihat ketika di Indonesia yang mayoritas beragama Islam orang yang mampu membaca akan huruf latin dan membaca akan huruf Arab secara harfiah pun juga masih kurang. Padahal sudah banyak program yang digalakkan dari pemerintah maupun dari para pegiat literasi.

Dalam kajian tafsir kemenag berkaiatan surat Al Alaq dijelaskan Tuhanmu itulah yang mengajar manusia menulis dengan perantaraan pena atau alat tulis lain. Tulisan berguna untuk menyimpan dan menyebarkan pesan serta ilmi pengetahuan kepada orang lain. 

Di antara bentuk kepemurahan Allah adalah Ia mengajari manusia mampu menggunakan alat tulis. Mengajari di sini maksudnya memberinya kemampuan menggunakannya. Dengan kemampuan menggunakan alat tulis itu, manusia bisa menuliskan temuannya sehingga dapat dibaca oleh orang lain dan generasi berikutnya. 

Dengan dibaca oleh orang lain, maka ilmu itu dapat dikembangkan. Dengan demikian, manusia dapat mengetahui apa yang sebelumnya belum diketahuinya, artinya ilmu itu akan terus berkembang. Demikianlah besarnya fungsi baca-tulis.

Membangun kesadaran literasi perlu kolaborasi semua unsur agar literasi menjadi budaya bagi penduduk di negeri ini. Sekolah yang menjadi salah satu tempat domain pengembangan literasi sperti yang ditelah digariskan oleh pemerintah melalui Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Ristek. 

Melalui pengembangan gerakan literasi sekolah diharapkan mampu membangun budaya membaca pada peserta didik.

Dalam buku panduan gerakan literasi sekolah yang dikeluarkan oleh pemerintah salah satunya menjelaskan Permendikbud Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penguatan Pendidikan Karakter pada Satuan Pendidikan Formal.

 Kegiatan GLS tidak lepas dari penguatan pendidikan karakter dan pembelajaran Abad XXI sebagai upaya mewujudkan profil Pelajar Pancasila yaitu beriman, bertakwa kepada Tuhan YME dan berakhlak mulia, berkebinekaan global, memiliki sikap bergotong royong, kreatif, bernalar kritis, dan mandiri. 

Selain itu, terkait literasi itu sendiri, kegiatan GLS mendorong integrasi penguasaan enam literasi dasar (baca-tulis, digital, numerasi, finansial, sains, serta budaya dan kewargaan).

Proses pembelajaran hidup di dalam kelas peserta didik memiliki keterampilan belajar dan berinovasi, keterampilan menggunakan dan memanfaatkan teknologi dan media informasi, dapat bekerja dan bertahan dengan menggunakan kecakapan hidup (life skill). 

Kecakapan hidup itulah yang kemudian dikenal dengan konsep 4 C yang meliputi kecakapan berpikir kritis dan pemecahan masalah (critical thinking and problem solving skill), kecakapan berkomunikasi (communication skills), kecakapan kreativitas dan inovasi (creativity and innovation), dan kecakapan kolaborasi (collaboration).

Gerakan Literasi Sekolah

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), arti kata literasi adalah kemampuan dan keterampilan individu dalam berbahasa yang meliputi membaca, menulis, berbicara, menghitung dan memecahkan masalah pada tingkat keahlian tertentu yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari. Literasi berhubungan dengan kata berbahasa.

Menyoal budaya membaca dan menulis berarti menyinggung istilah literasi. Musthafa (2014: 7) menjelaskan literasi merupakan kemampuan membaca, menulis dan berpikir kritis. Melalui literasi diharapkan tumbuh kesadaran kritis untuk mempelajari sesuatu yang baru atau mengasimilasikannya dengan pengetahuan sebelumnya. 

Dalam fungsinya, literasi mampu memengaruhi pemikiran seseorang, menumbuhkan budaya kritis hingga melahirkan masyarakat yang cerdas dan memiliki daya saing. (Augustia Rahma Damayantie; sasindo Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra. UPGRIS)

Gerakan literasi sekolah merupakan salah satu upaya membangun kesadaran bagi peserta didik tapi juga pendidik, orangtua serta tenaga kependidikan untuk peduli dan kolaborasi untuk membaca dan menulis. 

Semua orang terlibat dalam membangun kerangka gerakan literasi sekolah yang telah digariskan oleh pemerintah.

Dalam buku Gerakan literasi Sekolah yang dikeluarkan kemendikbud menunjukan Implementasi penumbuhan budaya literasi di sekolah berupa Program GLS memerlukan langkah-langkah sebagai berikut: persiapan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi, serta tindak lanjut. 

Persiapan merupakan kegiatan menyiapkan bahan, personal, dan strategi pelaksanaan. Pelaksanaan merupakan operasionalisasi hal-hal yang telah dipersiapkan. Pemantauan dan evaluasi merupakan kegiatan untuk mengetahui keefektifan kegiatan literasi yang telah dilaksanakan. 

Tindak lanjut merujuk pada hal-hal yang perlu dilakukan selanjutnya.

Pertama proses persiapan dimana semua unsur yang dapat terlibat dalam gerakan literasi sekolah diinventaris mulai dari guru,tenaga kependidikan, orangtua. Dalam hal ini membangun koordinasi dan membuat program kerja gerakan literasi sekolah. 

Proses persiapan selanjutnya adalah sarana penunjang untuk kegiatan literasi seperti buku, website, ruang yang memadai, spanduk poster dan lainnya.

Kedua Pelaksanaan Pelaksanaan GLS mengacu pada keterampilan Abad XXI yang mengacu pada Profil Pelajar Pancasila yaitu beriman, bertakwa kepada Tuhan YME dan berakhlak mulia, berkebinekaan global, bergotong royong, kreatif, bernalar kritis, dan mandiri dan menggunakan daftar cek instrumen pengembangan budaya literasi di sekolah. 

Implementasi GLS di sekolah dilaksanakan dalam tiga kegiatan yang berkelindan (erat menjadi satu), yakni: 1) pembiasaan, 2) pengembangan, dan 3) pembelajaran.

Dalam hal pembiasaan dapat dilakukan melalui kegiatan pembelajaran pada masing-masing guru mata pelajaran dengan mencari sumber atau referensi pembelajaran. Dapat juga dengan pembiasaan membaca pada pagi hari kemudian peserta didik dapat membuat rangkuman. 

Proses selanjutnya proses pengembangan dengan membuat gerakan jumat literasi, kegiatan menulis, duta literasi, bedah buku dan lain sebagainya. Kemudian dalam tahap pembelajaran melalui yang lebih inovatif dan kreatif serta menyenangkan.

Ketiga pemantauan dan evaluasi dalam buku gerakan literasi sekolah dijelaskan Evaluasi terhadap pelaksanaan literasi juga harus dilaksanakan untuk menghasilkan informasi yang kaya dan variatif. 

Hasil dari informasi tersebut nantinya dapat dimanfaatkan untuk mendukung kebutuhan berpikir kritis dan kompleks peserta didik tingkat menengah atas yang dapat dilakukan melalui beberapa teknik, antara lain dokumentasi, angket/kuesioner, observasi, dan/ atau wawancara

Keempat adalah tindak lanjut hal ini difokuskan kepada program-program kegiatan literasi yang sudah berjalan untuk ditindaklanjut atau diperbaiki. Jika ada kekurangan maka untuk segera diperbaiki dan dilakukan penataan ulang program kegiatan literasi. Jika hasil refleksi menunjukkan bahwa semua sudah dilakukan dan semua sudah baik, perlu dilakukan rencana lanjutan untuk mengimbaskan hal tersebut kepada sekolah yang ada di sekitar.

Untuk mewujudkan literasi menjadi budaya paling tidak program gerakan literasi sekolah dijalankan. Proses koloborasi dan pembelajaran yang bervariatif di dalam kelas dapat memberikan efek yang baik dalam penerapan gerakan literasi sekolah. 

Kemudian peran orang tua pun tak kalah penting dalam pembiasaan membaca di rumah dengan orangtua menjadi contoh untuk membaca dan menulis.

Dengan digulirkannya GLN pada tahun 2017, kompetensi literasi yang diharapkan dimiliki oleh seluruh warga sekolah, khususnya peserta didik adalah enam literasi dasar, yaitu:

Pertama. Literasi Baca-Tulis Literasi baca-tulis adalah pengetahuan dan kecakapan untuk membaca, menulis, mencari, menelusuri, mengolah, dan memahami informasi untuk menganalisis, menanggapi, dan menggunakan teks tertulis untuk mencapai tujuan, mengem- bangkan pemahaman dan potensi, serta untuk berpartisipasi di lingkungan sosial.

Kedua Literasi Numerasi Literasi numerasi adalah pengetahuan dan kecakapan untuk (a) bisa memperoleh, menginterpretasikan, menggunakan, dan mengomunikasikan berbagai macam angka dan simbol matematika untuk memecahkan masalah praktis dalam berbagai macam konteks kehidupan sehari-hari; (b) bisa menganalisis informasi yang ditampilkan dalam berbagai bentuk (grafik, tabel, bagan, dsb.) untuk mengambil keputusan.

Ketiga Literasi Sains Literasi sains adalah pengetahuan dan kecakapan ilmiah untuk mampu mengidentifikasi pertanyaan, memperoleh pengetahuan baru, menjelaskan fenomena ilmiah, serta mengambil simpulan berdasar fakta, memahami karakteristik sains, kesadaran bagaimana sains dan teknologi membentuk lingkungan alam, intelektual dan budaya, serta kemauan untuk terlibat dan peduli dalam isu-isu yang terkait sains.

Keempat. Literasi Digital Literasi digital adalah pengetahuan dan kecakapan untuk menggunakan media digital, alat-alat komunikasi, atau jaringan dalam menemukan, mengevaluasi, menggunakan, membuat informasi, dan memanfaatkannya secara sehat, bijak, cerdas, cermat, tepat, dan patuh hukum dalam rangka membina komunikasi dan interaksi dalam kehidupan sehari-hari

Kelima. Literasi Finansial Literasi finansial adalah pengetahuan dan kecakapan untuk mengaplikasikan (a) pemahaman tentang konsep dan risiko, (b) keterampilan, dan (c) motivasi dan pemahaman agar dapat membuat keputusan yang efektif dalam konteks finansial untuk meningkatkan kesejahteraan finansial, baik individu maupun sosial, dan dapat berpartisipasi dalam lingkungan masyarakat.

Keenam Literasi Budaya dan Kewargaan Literasi budaya adalah pengetahuan dan kecakapan dalam memahami dan bersikap terhadap kebudayaan Indonesia sebagai identitas bangsa. 

Sementara itu, literasi kewargaan adalah pengetahuan dan kecakapan dalam memahami hak dan kewajiban sebagai warga masyarakat.

Pesan Rasulullah saw, bersabda: "Dan tidaklah satu kaum berkumpul dalam satu rumah dari rumah-rumah Allah (masjid), mereka membaca Kitab Allah dan saling mempelajarinya diantara bereka, kecuali ketenangan akan turun kepada mereka, kasih sayang akan menyelimuti mereka, malaikat akan menaungi mereka, dan Allah akan menyebutkan mereka di tengah makhluq yang ada di sisi-Nya". (HR. Muslim)

Pembelajaran  Di Ruang Kelas

Menggerakan kegiatan pembelajaran sesuai dengan perkembangan zaman dan penguasaan teknologi pada abad ke -21. 

Proses Pembelajaran abad ke -21 dengan pendekatan berbasis proyek dan pembelajaran berbasis masalah adalah model pembelajaran yang ideal untuk memenuhi tujuan pendidikan abad ke-21, karena melibatkan prinsip 4C yaitu critical thinking, communication, collaboration dan creativity (berpikir kritis, komunikasi, kolaborasi dan kreativitas).

Siti Zubaidah menjelaskan dalam makalahnnya pokok pembelajaran Abad ke-21 dikutip dari pendapat Jennifer Rita Nichols (2013) prinsip pembelajaran abad ke-21 dijelaskan dan dikembangkan menjadi empat hal sebagai berikut :

1. Instruction should be student-centered Pembelajaran diharapkan menggunakan pendekatan yang berpusat pada siswa. Siswa sebagai subyek pembelajaran yang secara aktif mengembangkan minat dan potensinya. 

Siswa tidak dituntut menghafal materi pelajaran yang diberikan guru, tetapi mengkonstruksi pengetahuan dan keterampilannya, sesuai dengan kapasitas dan tingkat perkembangan berfikirnya, serta diajak berkontribusi untuk memecahkan masalah-masalah nyata yang terjadi di masyarakat. Hal ini bukan berarti guru menyerahkan kontrol belajar kepada siswa sepenuhnya namun intervensi guru masih tetap diperlukan

2. Education should be collaborative Siswa harus dibelajarkan untuk bisa berkolaborasi dengan orang lain, yang berbeda latar budaya dan nilai-nilai yang dianutnya. Siswa perlu didorong untuk bisa berkolaborasi dengan temanteman di kelasnya dalam menggali informasi dan membangun makna, menghargai kekuatan dan talenta setiap orang serta bagaimana mengambil peran dan menyesuaikan diri secara tepat dengan mereka. 

Sekolah (termasuk di dalamnya guru) seyogyanya dapat bekerja sama dengan lembaga pendidikan (guru) lainnya di berbagai belahan dunia untuk saling berbagi informasi dan pengalaman tentang praktik dan metode pembelajaran yang telah dikembangkannya, dan bersedia melakukan perubahan metode pembelajarannya agar menjadi lebih baik.

3. Learning should have context Materi pelajaran perlu dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari siswa karena pembelajaran tidak akan banyak berarti jika tidak memberi dampak terhadap kehidupan siswa di luar sekolah. 15 Guru perlu mengembangkan metode pembelajaran yang memungkinkan siswa terhubung dengan dunia nyata (real word). 

Guru juga perlu membantu siswa agar dapat menemukan nilai, makna dan keyakinan atas apa yang sedang dipelajarinya serta dapat mengaplikasikan dalam kehidupan sehariharinya.

4. Schools should be integrated with society Sekolah seyogyanya dapat memfasilitasi siswa untuk terlibat dalam lingkungan sosialnya, dalam upaya mempersiapkan siswa menjadi warga negara yang bertanggung jawab. Siswa dapat dilibatkan dalam berbagai pengembangan program yang ada di masyarakat, seperti: program kesehatan, pendidikan, lingkungan hidup, dan sebagainya. 

Selain itu, siswa perlu diajak pula mengunjungi panti-panti asuhan untuk melatih kepekaan empati dan kepedulian sosialnya. 

Dengan kekuatan teknologi dan internet, siswa saat ini bisa berbuat lebih banyak lagi. Ruang gerak sosial siswa tidak lagi hanya di sekitar sekolah atau tempat tinggalnya, tapi dapat menjangkau lapisan masyarakat yang ada di berbagai belahan dunia.

Profil Research Gate.

Hal ini senada dengan Profil Pelajar Pancasila yang hari ini menjadi bagian pendidikan karakter diharapkan mampu mengejawantahkan nilai-nilai Pancasila dalam setiap elemen kehidupan bermasyarakat serta bernegara.

 Profil Pelajar Pancasila sesuai Visi dan Misi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sebagaimana tertuang dalam dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 22 Tahun 2020 tentang Rencana Strategis Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Tahun 2020-2024. 

Pelajar Pancasila adalah perwujudan pelajar Indonesia sebagai pelajar sepanjang hayat yang memiliki kompetensi global dan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai Pancasila, dengan enam ciri utama: beriman, bertakwa kepada Tuhan YME, dan berakhlak mulia, berkebinekaan global, bergotong royong, mandiri, bernalar kritis, dan kreatif

Guna meningkatkan kemampuan dan keterampilan memahami isi teks tulis dalam kegiatan pembelajaran, maka peserta didik perlu dibekali teknik membaca sebagai berikut:

Pertama. SQ3R (Survey, Questions, Read, Recite, Review) a. Survey, peserta didik memeriksa, meneliti atau mengidentifikasikan bagian-bagian penting sebuah teks. 

Bagian penting buku atau teks yang patut dicermati adalah: 

identitas buku/teks berupa judul, nama pengarang dan penerbit, jumlah halaman dan nomor edisi buku/teks daftar isi ilustrasi/gambar sub judul rangkuman atau sinopsis 

b. Question, peserta didik menyusun daftar pertanyaan (apa, di mana, kapan, siapa, mengapa, bagaimana) yang relevan dengan teks. 

c. Read, peserta didik membaca teks secara aktif untuk mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang telah tersusun. 

d. Recite/Recall, peserta didik meneguhkan pemahaman bacaan dengan mengulang kembali apa yang telah didapatkan dari jawaban atas pertanyaan yang telah dibuat. 

e. Review, peserta didik meninjau kembali hal-hal penting atau bagian yang mungkin terlewatkan sebagai penjelas atas pemahaman bacaan.

Kedua. Membaca Sekilas (Skimming) Skimming digunakan untuk mendapatkan gagasan utama dari sebuah teks dengan berfokus pada judul, subjudul, gagasan utama setiap paragraf dan ilustrasi pendukung teks.

Ketiga. Membaca Memindai (Scanning) Scanning atau membaca memindai berarti mencari informasi spesifik yang telah ditentukan sebelumnya secara cepat dan akurat dengan cara menyapu/menelusuri halaman demi halaman secara merata, kemudian ketika sampai pada bagian yang dibutuhkan, gerakan mata berhenti.

Proses literasi menjadi sebuah gerakan secara masif menjadi suatu budaya itulah yang penting. Pembelajaran di dalam kelas dan pembiasaan yang dilakukan sesuatu yang penting dan bermanfaat untuk peserta didik. 

Proses belajar sepanjang hayat perlu ditanamkan kepada seluruh peserta didik dan warga sekolah dalam membangun ide dan gagasannya. Belajar mentrasformasikan ilmu pengetahuan yang didapat dalam proses literasi akan membuahkan karya dalam produk karya tulis, film pendek, poster dll.

Menajamkan mata hati melalui literasi pada akhirnya membuat karya literasi yang dapat dimanfaatkan untuk orang banyak. Jangan biarkan mata hati kita untuk menulis dan membaca tidak pada tempatnya. Sehingga akan menimbulkan prasangka yang dapat merugikan diri sendiri dan orang lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun